Formulir Kontak

 
TUGAS BAHASA INDONESIA

LAPORAN DISKUSI DENGAN TEMA “HUKUM”


 Anggota Diskusi :              1. Melinda Nila Sari
2. M.rizal Dirgantara
3. M. Farel Farhan
4. Niluh Ayu
5. Nilen Teni
6. Nurawantitiani

Kelas :                               XI IPA 4


SMA NEGERI 11 TANGERANG

KECAMATAN KARAWACI KOTA TANGERANG

TAHUN AJARAN 2012/2013


BAB I PEMBUKAAN

Selamat Pagi Ass. Wr. Wb.... 
Baiklah pak guru dan teman-teman, marilah kita buka pertemuan pagi ini dengan terlebih dahulu mengucap puji syukur kehadlirat Tuhan YME Selamat datang bagi para anggota diskusi  yang hadir dalam acara Diskusi yang menarik ini dan dilaksanakan di gedung yang juga ekslusif, yaitu  SMAN 11 TANGERANG.
 Diskusi yang menarik ini dilatarbelakangi oleh adanya keprihatinan kita pada hukum yang ada di indonesia.. Oleh karena itu, diskusi kita hari ini akan bertujuan untuk mencari sumber dari yang paling akar kesalahan terhadap hukum di Indonesia. Untuk memperlancar kegiatan presentasi kali ini, saya (Melinda) akan berusaha memandu acara sampai selesai.
Agar diskusi kita berjalan dengan lancar, maka penyaji akan kita persilakan untuk menyajikan makalahnya selama 2 menit. Sedangkan untuk sesi tanya jawab akan kitaberi waktu selama 8 menit, setelah para anggota menyajikan makalahnya.


  BAB II SUB TEMA

I.                   PERKEMBANGAN HUKUM DI INDONESIA
II.                JENIS – JENIS HUKUM
III.             PERANAN HUKUM
IV.             BADAN PENEGAK HUKUM
V.                PELANGGARAN HUKUM
VI.             SANKSI PELANGGARAN HUKUM


 I.                   PERKEMBANGAN HUKUM DI INDONESIA

Bagaimana hukum di Indonesia? Kebanyakan orang akan menjawab hukum di Indonesia itu yang menang yang mempunyai kekuasaan, yang mempunyai uang banyak pasti aman dari gangguan hukum walau aturan negara dilanggar. Orang biasa yang ketahuan melakukan tindak pencurian kecil langsung ditangkap dan dijebloskan ke penjara. Sedangkan seorang pejabat negara yang melakukan korupsi uang milyaran milik negara dapat berkeliaran dengan bebasnya.

Itulah seklumit jawaban yang menunjukan penegakan hukum di Indonesia belum dijalankan secara adil. Oleh karena itu diperlukan adanya reformasi hukum di Indonesia.

Dalam pembahasannya menilai bahwa perkembangan penegakan hukum di Indonesia masih jauh dari harapan. Sejak Indonesia merdeka sampai pemerintahan Gus Dur pasti terdapat kekurangan- kekurangan dalam mewujudkan negara hukum di Indonesia.

Pembahasan hukum dalam makalah tersebut lebih banyak mengkritisi pemerintahan ORBA yang gagal dalam menjalankan hukum. Karena tidak berjalannya prinsip rule of law yang menuntut peraturan hukum dijalankan secara adil dan melindungi hak- hak sosial dan politik dari pelanggaran yang dilakukan baik warga maupun penguasa.

Masalah pelaksanaan hukum di Indonesia dibahas dengan menunjukan fakta- fakta pelanggaran aturan hukum yang terjadi di era ORBA.Dalam pembahasan tersebut menunjukan law enforcement tidak berjalan dan lambatnya proses penanganan pelanggaran hukum oleh penguasa. Bahkan sampai era reformasi pemerintahan SBY belum juga dilaksanakan secara adil. Hal terjadi karena rezin ORBA masih ada dan karena adanya money politic.

Dengan adanya fakta- fakta tersebut kita sebagai masyarakat yang peduli keadilan diajak untuk lebih mengkritisi kasus- kasus pelanggaran kejahatan-kejahatan kemanusiaan dan aturan hukum yang menanganinya. Masalah pencabutan perundang- undangan yang tak demokratik dibahas mengenai Pengamandemenan UUD 45 pasal 6 ayat (1) yang memang perlu dilakukan. Karena pasal tersebut tidak mencerminkan penegakan hukum secara demokratik Dan itu terbukti menjadi solusi karena dalam UUD 45 pasal 6 ayat (1) Amandemen keempat telah berubah bunyinya menjadi “ Capres dan cawapres harus warga negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaran lain karena kehendaknya sendiri….” Masalah impunity dalam kaitannya dengan amandemen kedua UUD 45 Pasal 28I ayat (1) memang belum jelas apakah pasal tersebut berlaku sama terhadap tindak kejahatan- kejahatan kemanusiaan.

Jika dilihat dari limu hukum uraian di atas cukup mendukung bahwa satu- satunya jalan adalah dengan mengamandemen pasal tersebut. Akan tetapi sampai UUD 45 amandemen keempat atau UUD 45 yang berlaku sekarang ini belum diubah. Dari penjelasan- penjelasan masalah di atas intinya adalah untuk mereformasi hukum di Indonesia dengan penegakan supremasi hukum sehingga terwujud hukum yang adil. Era reformasi sudah cukup lama berjalan namum sampai sekarang penegakan hukum memang sulit dilaksanakan. Hal ini terjadi karena masih banyak kendala- kendala yang harus di hadapi. Untuk itu diperlukan peran serta masyarakat dan pemerintah dalam penegakan hukum. Semoga perkembangan hukum di Indonesia semakin maju dan dapat berjalan dengan adil.
 

Perkembangan Hukum di Indonesia

• Periode Kolonialisme
• Periode Revolusi Fisik Sampai Demokrasi Liberal
• Periode Demokrasi Terpimpin Sampai Orde Baru
• Periode Pasca Orde Baru (1998 – Sekarang)

1. Periode Kolonialisme
Periode kolonialisme terbagi ke dalam tiga tahapan besar, yakni: periode VOC, Liberal Belanda dan Politik etis hingga penjajahan Jepang.
2. Periode Revolusi Fisik Sampai Demokrasi Liberal

a. Periode Revolusi Fisik
Pembaruan hukum yang sangat berpengaruh di masa awal ini adalah pembaruan di dalam bidang peradilan, yang bertujuan dekolonisasi dan nasionalisasi: 1) Meneruskan unfikasi badan-badan peradilan dengan melakukan penyederhanaan; 2) Mengurangi dan membatasi peran badan-badan pengadilan adat dan swapraja, kecuali badan-badan pengadilan agama yang bahkan dikuatkan dengan pendirian Mahkamah Islam Tinggi.

b. Periode Demokrasi Liberal
UUDS 1950 yang telah mengakui hak asasi manusia. Namun pada masa ini pembaharuan hukum dan tata peradilan tidak banyak terjadi, yang ada adalah dilema untuk mempertahankan hukum dan peradilan adat atau mengkodifikasi dan mengunifikasinya menjadi hukum nasional yang peka terhadap perkembangan ekonomi dan tata hubungan internasional. Kemudian yang berjalan hanyalah unifikasi peradilan dengan menghapuskan seluruh badan-badan dan mekanisme pengadilan atau penyelesaian sengketa di luar pengadilan negara, yang ditetapkan melalui UU No. 9/1950 tentang Mahkamah Agung dan UU Darurat No. 1/1951 tentang Susunan dan Kekuasaan Pengadilan.


3. Periode Demokrasi Terpimpin Sampai Orde Baru

a. Periode Demokrasi Terpimpin
Langkah-langkah pemerintahan Demokrasi Terpimpin yang dianggap sangat berpengaruh dalam dinamika hukum dan peradilan adalah: 1) Menghapuskan doktrin pemisahan kekuasaan dan mendudukan MA dan badan-badan pengadilan di bawah lembaga eksekutif; 2) Mengganti lambang hukum ?dewi keadilan? menjadi ?pohon beringin? yang berarti pengayoman; 3) Memberikan peluang kepada eksekutif untuk melakukan campur tangan secara langsung atas proses peradilan berdasarkan UU No.19/1964 dan UU No.13/1965; 4) Menyatakan bahwa hukum perdata pada masa kolonial tidak berlaku kecuali sebagai rujukan, sehingga hakim mesti mengembangkan putusan-putusan yang lebih situasional dan kontekstual.

b. Periode Orde Baru
Perkembangan dan dinamika hukum dan tata peradilan di bawah Orde Baru justru diawali oleh penyingkiran hukum dalam proses politik dan pemerintahan. Di bidang perundang-undangan, rezim Orde Baru ?membekukan? pelaksanaan UU Pokok Agraria, dan pada saat yang sama membentuk beberapa undang-undang yang memudahkan modal asing berinvestasi di Indonesia; di antaranya adalah UU Penanaman Modal Asing, UU Kehutanan, dan UU Pertambangan. Selain itu, orde baru juga melakukan: 1) Penundukan lembaga-lembaga hukum di bawah eksekutif; 2) Pengendalian sistem pendidikan dan penghancuran pemikiran kritis, termasuk dalam pemikiran hukum; Singkatnya, pada masa orde baru tak ada
perkembangan yang baik dalam hukum Nasional.4. Periode Pasca Orde Baru (1998 – Sekarang)
Sejak pucuk eksekutif di pegang Presiden Habibie hingga sekarang, sudah terjadi empat kali amandemen UUD RI. Di arah perundang-undangan dan kelembagaan negara, beberapa pembaruan formal yang mengemuka adalah: 1) Pembaruan sistem politik dan ketetanegaraan; 2) Pembaruan sistem hukum dan hak asasi manusia; dan 3) Pembaruan sistem ekonomi.

Penyakit lama orde baru, yaitu KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme) masih kokoh mengakar pada masa pasca orde baru, bahkan kian luas jangkauannya. Selain itu, kemampuan perangkat hukum pun dinilai belum memadai untuk dapat menjerat para pelaku semacam itu. Aparat penegak hukum seperti polisi, jaksa, dan hakim (kini ditambah advokat) dilihat masih belum mampu mengartikulasikan tuntutan permbaruan hukum, hal ini dapat dilihat dari ketidakmampuan Kejaksaan Agung meneruskan proses peradilan mantan Presiden Soeharto, peradilan pelanggaran HAM, serta peradilan para konglomerat hitam. Sisi baiknya, pemberdayaan rakyat untuk menuntut hak-haknya dan mengembangkan sumber daya hukumnya secara mandiri, semakin gencar dan luas dilaksanakan. Walaupun begitu, pembaruan hukum tetap terasa lambat dan masih tak tentu arahnya.


II.                JENIS-JENIS HUKUM

Hukum Nasional
Dalam kehidupan sehari-hari kamu tentu pernah mendengar istilah hukum pidana, hukum perdata, dan hukum adat. Tahukah kamu perbedaan ketiga jenis hukum tersebut? Ketiga jenis hukum tersebut hidup dan berkembang di negara Indonesia, tetapi memiliki bentuk yang berbeda. Hukum pidana dan perdata digolongkan sebagai hukum yang tertulis, artinya hukum yang dicantumkan dalam berbagai peraturan.

Perlu kamu ingat, jika ada hukum yang tertulis, tentu ada pula hukum yang tidak tertulis, yaitu hukum yang masih hidup dalam keyakinan masyarakat. Hukum semacam itu tidak tertulis, namun keberadaannya ditaati sebagai suatu peraturan perundangan (disebut juga hukum kebiasaan). Hukum yang digolongkan kedalam hukum tidak tertulis adalah hukum adat.

Hukum tertulis sebenarnya bukan hanya pidana dan perdata, tetapi banyak macamnya, di antaranya sebagai berikut.

1. Hukum Pidana
Hukum pidana termasuk dalam hukum publik. Hukum pidana mengatur hal-hal yang menyangkut kepentingan umum. Hukum pidana adalah keseluruhan aturan hukum yang menyangkut sanksi atau hukuman khusus yang dijatuhkan kepada pelanggar hukum. Hukum pidana identik dengan hukum yang mengatur pelanggaran yang menyangkut kepentingan umum. Sebagai contoh, kamu tentu sering melihat tayangan kriminal di televisi, kasus-kasus seperti pembunuhan, pencurian, dan penipuan. Kasus-kasus tersebut tergolong ke dalam pelanggaran pidana. Pelaku tindak pidana wajib mendapat hukuman yang setimpal. Tahukah kamu macam-macam hukumannya? Dalam hukum pidana di Indonesia dikenal dua macam hukuman, menurut KUHP Pasal 10 hukuman atau pidana terdiri alas:

Hukuman pokok terdiri atas:
1) hukuman mati
2) hukuman penjara
3) hukuman kurungan, dan
4) hukuman denda

Hukuman tambahan, terdiri atas:
1) pencabutan hak-hak tertentu,
2) perampasan barang-barang tertentu, dan
3) pengumuman putusan hakim.

2. Hukum Tata Negara
Hukum tata negara adalah keseluruhan aturan hukum yang mengatur bentuk-bentuk dan susunan negara, alat-alat perlengkapan negara, tugas-tugas negara, serta hubungan alat-alat perlengkapan negara. Tahukah kamu lembaga-lembaga tinggi negara yang ada di Indonesia seperti Presiden, DPR, dan DPD? Apa tugas lembaga-lembaga tersebut? Bagaimana hubungan antara lembaga tersebut? Semua hal tersebut diatur dalam hukum tata negara.

3. Hukum Tata Usaha Negara
Hukum tata usaha negara, termasuk bagian dari hukum tata negara dalam arti luas. Hukum tata usaha negara atau disebut juga hukum tata pemerintahan, yaitu hukum yang mengatur cara-cara menjalankan tugas (hak dan kewajiban) dari kekuasaan alat-alat perlengkapan negara.

4. Hukum Acara Pidana
Hukum acara pidana adalah peraturan-peraturan (hukum) yang berisi tata cara penyelesaian perbuatan-perbuatan yang melanggar hukum pidana. Hukum acara pidana mengatur proses penyelidikan, penangkapan, penahanan, pemeriksaan, persidangan, penuntutan, penjatuhan hukuman, dan pelaksanaan hukuman (eksekusi). Hukum acara pidana adalah hukum yang mengatur proses penyelesaian kasus pidana di tingkat pengadilan.

Hukum Internasional
Dalam buku Pengantar Hukum Indonesia, karya C.S.T. Kansil, S.H. Hukum internasional terdiri atas hukum perdata intenasional dan publik internasional.

Hukum perdata internasional, yaitu hukum yang mengatur hubungan hukum antara warga negara suatu negara dan warga negara dari negara lain dalam hubungan internasional.

Hukum publik internasional (hukum antar negara), yaitu hukum yang mengatur hubungan hukum antara negara yang satu dan negara-negara lain dalam hubungan internasional.

Macam-macam hukum tersebut di alas termasuk dalam hokum publik, sedangkan hukum privat (sipil), di antaranya sebagai berikut.

Hukum Perdata
Hukum perdata adalah hukum yang mengatur hubungan antara orang yang satu dan yang lain dengan menitikberatkan kepada kepentingan perseorangan. Hukum perdata di Indonesia memuat hal-hal sebagai berikut.

Hukum perorangan (personenrecht), di antaranya memuat:
1. peraturan-peraturan tentang manusia sebagai subjek hukum;
2. peraturan-peraturan tentang kecakapan untuk memiliki hak-hak dan untuk bertindak sendiri melaksanakan hak-haknya itu.

Hukum keluarga (familierecht), yang di antaranya memuat:
1. perkawinan beserta hubungan dalam hukum harta kekayaan antara suami atau istri;
2. hubungan antara orangtua dan anak-anaknya;
3. perwalian;
4. pengampunan.

Hukum harta kekayaan yang mengatur tentang hubungan-hubungan hukum yang dapat dinilai dengan uang. Hukum harta kekayaan terdiri atas:
1. hak mutlak, yaitu hak-hak yang berlaku terhadap tiap orang;
2. hak perorangan, yaitu hak-hak yang berlaku terhadap seorang atau suatu pihak tertentu saja.

Hukum waris (etfrecht), yang mengatur tentang Benda atau kekayaan seseorang jika ia meninggal dunia (mengatur akibat-akibat dari hubungan keluarga terhadap harta peninggalan seseorang).

Hukum Dagang
Hukum dagang adalah hukum yang menurut sebagian sarjana ahli hukum merupakan bagian dalam hukum perdata. Hukum dagang merupakan perluasan dari Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu tentang perikatan (hukum persetujuan).

Di samping berbagai peraturan hukum tersebut pemerintah telah menetapkan berbagai macam peraturan perundangan yang ditetapkan dalam Ketetapan MPR No. III/MPR/2000. Ketetapan MPR tersebut telah diubah menjadi UU No.10 Tahun 2004 yang memuat tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Perundangan. Adapun Peraturan Perundangan yang ada di Indonesia adalah sebagai berikut.
1) UUD 1945;
2) Ketetapan MPR (Tap MPR);
3) Undang-Undang (UU);
4) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu);
5) Peraturan Pemerintah (PP);
6) Keputusan Presiden (Keppres);
7) Peraturan Daerah (Perda).
III.             PERANAN HUKUM

Hukum mempunyai peranan sangat besar dalam pergaulan hidup di tengah-tengah masyarakat. Hal ini dapat di lihat dari ketertiban, ketentraman dan tidak terjadinya ketegangan di dalam masyarakat, karena hukum mengatur menentukan hak dan kewajiban serta mengatur, menentukan hak dan kewajiban serta melindungi kepentingan individu dan kepentingan sosisal
Peran hukum dalam masyarakat sangat beraneka ragam, bergantung dari berbagai faktor dan keadaan masyarakat. Disamping itu. fungsi hukum dalam masyarakat yang belum maju juga akan berbeda dengan yang terdapat dalam masyarakat maju. Dalam setiap masyarakat, hukum lebih berfungsi untuk menjamin keamanan dalam masyarakat dan jaminan pencapaian struktur sosial yang diharapkan oleh masyarakat. Namun dalam masyarakat yang sudah maju, hukum menjadi lebih umum, abstrak dan lebih berjarak dengan konteksnya.

Contoh peranan hokum adalah sebagai berikut :
1.                  Menertibkan masyarakat dan pengaturan pergaulan hidup.
2.                  Menyelesaikan pertikaian.
3.                  Memelihara dan mempertahankan tata tertib dan aturan-aturan jika perlu dengan kekerasan.
4.                  Memelihara dan mempertahankan hak tersebut.
5.                  Mengubah tata tertib dan aturan-aturan dalam rangka penyesuaian dengan kebutuhan masvarakat.
6.                  Memenuhi tuntutan keadilan dan kepastian hukum dengan cara merealisasi fungsi-fungsi di atas.

Prof.Dr. Soerjono Soekanto mengemukakan peranan hukum adalah :
     Alat ketertiban dan ketentraman masyarakat,
     Sarana untuk mewujudkan keadilan social lahir bathin.
     Sarana penggerak pembangunan.

Fungsi kritis hukum dewasa ini adalah :
Daya kerja hukum tidak semata-mata pengawasan pada aparatur pemerintah (petugas), tetapi termasuk juga aparatur penegak hukum. Dengan demikian hukum harus memiliki fungsi-fungsi yang sedemikian rupa, sehingga dalam masyarakat dapat diwujudkan ketertiban, keteraturan, keadilan dan perkembangan.
Agar hukum dapat melaksanakan fungsinya dengan baik, maka bagi pelaksanaan penegak hukum dituntut kemampuan untuk melaksanakan atau menerapkan hukum, dengan seninya masing-masing, antara lain dengan menafsirkan hukum sedemikian rupa sesuai keadaan dan posisi pihak-pihak. Bila perlu dengan menerapkan analogis atau menentukan kebijaksanaan untuk hal yang sama, atau hampir sama, serta penghalusan hukum (Rechtsfervinjing). Di samping itu perlu diperhatikan faktor pelaksana penegak hukum, bahwa yang dibutuhkan adalah kecekatan, ketangkasan dan keterampilannya. Ingat adagium :The singer not a song atau The most important is not the system, but the man behind the system
Dalam hal ini si penyanyi adalah semua insan di mana hukum berlaku, baik warga masyarakat maupun para pejabat, termasuk para penegak hukum (Soejono Dirdjosisworo, 1983 : 155).
Karena itu hukum harus ditegakkan walaupun dunia akan runtuh besok (justice must maintance, even the world be collapsed tomorrow).

 IV.             BADAN PENEGAK HUKUM

Menurut penelusuran kami, definisi Lembaga Penegak Hukum tidak dapat kami temui dalam peraturan perundang-undangan yang ada.  Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia yang kami akses dari Kamus Besar Bahasa Indonesia Daring, lembaga berarti badan (organisasi) yang tujuannya melakukan suatu penyelidikan keilmuan atau melakukan suatu usaha. Lembaga juga berarti pola perilaku manusia yang mapan, terdiri atas interaksi sosial berstruktur dl suatu kerangka nilai yang relevan. Sedangkan penegak hukum diartikan sebagai petugas yang berhubungan dengan masalah peradilan.
 Berdasarkan arti Lembaga dan Penegak Hukum tersebut, maka Lembaga Penegak Hukum dapat diartikan sebagai organisasi dari petugas-petugas yang berhubungan dengan masalah peradilan. Pengertian dari Peradilan itu sendiri adalah:
 Peradilan adalah segala sesuatu atau sebuah proses yang dijalankan di Pengadilan yang berhubungan dengan tugas memeriksa, memutus dan mengadili perkara dengan menerapkan hukum dan/atau menemukan hukum “in concreto” (hakim menerapkan peraturan hukum kepada hal-hal yang nyata yang dihadapkan kepadanya untuk diadili dan diputus) untuk mempertahankan dan menjamin ditaatinya hukum materiil, dengan menggunakan cara prosedural yang ditetapkan oleh hukum formal.

Walaupun definisi Lembaga Penegak Hukum tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan,  akan tetapi,  istilah “penegak hukum” dapat kita temui dalam Pasal 5 ayat (1) UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat dan penjelasannya yang berbunyi:
  “Advokat berstatus sebagai penegak hukum, bebas dan mandiri yang dijamin oleh hukum dan peraturan perundang-undangan.”
 Dalam penjelasan Pasal 5 ayat (1): “Yang dimaksud dengan “Advokat berstatus sebagai penegak hukum” adalah Advokat sebagai salah satu perangkat dalam proses peradilan yang mempunyai kedudukan setara dengan penegak hukum lainnya dalam menegakkan hukum dan keadilan.”
 Selain frasa “penegak hukum” seperti dalam UU Advokat, terdapat pula istilah lain yang masih memiliki hubungan dengan istilah “penegak hukum” yang dapat ditemui dalam peraturan yang terpisah antara lain:



a.    Pasal 2 UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia :
Fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.”

b.  Pasal 101 ayat (6) UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal dan penjelasannya:
Dalam rangka pelaksanaan kewenangan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Bapepam (Badan Pengawas Pasar Modal) dapat meminta bantuan aparat penegak hukum lain.
Dalam penjelasannya disebutkan: Yang dimaksud dengan “aparat penegak hukum lain” dalam ayat ini antara lain aparat penegak hukum dari Kepolisian Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Imigrasi, Departemen Kehakiman, dan Kejaksaan Agung.
 c.    Pasal 49 ayat (2) huruf i UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan dan penjelasannya:
Penyidik Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Otoritas Jasa Keuangan berwenang meminta bantuan aparat penegak hukum lain. Dalam penjelasannya: Yang dimaksud dengan "penegak hukum lain" antara lain kejaksaan, kepolisian, dan pengadilan.

d.    Pasal 2 UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi:
Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu lembaga negara yang melakukan kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.

e.    Pasal 1 angka 8 PP No. 6 Tahun 2010 tentang Satuan Polisi Pamong Praja:
Satuan Polisi Pamong Praja, yang selanjutnya disingkat Satpol PP, adalah bagian perangkat daerah dalam penegakan Perda dan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat.”

Mengutip pemberitaan hukumonline dalam artikel DPR Setujui Perubahan Anggaran Penegak Hukum, disebutkan contoh lembaga penegak hukum antara lain Advokat, Kepolisian, Kejaksaan, KPK, Mahkamah Agung, dan Komisi Yudisial.
 Sebenarnya lembaga penegak hukum tidak hanya terbatas pada lembaga-lembaga yang telah disebutkan sebelumnya (Kepolisian, KPK, Mahkamah Agung, Komisi Yudisial, Otoritas Jasa Keuangan, Badan Pengawas Pasar Modal, Direktorat Jenderal Imigrasi, Kejaksaan, serta Satpol PP). Lembaga-lembaga tersebut dapat dikatakan sebagai penegak hukum bukan hanya karena memiliki kewenangan terkait proses Peradilan, tetapi juga karena memiliki kewenangan menangkap, memeriksa, mengawasi, atau menjalankan perintah undang-undang di bidangnya masing-masing.
 Dalam artian luas, masih ada beberapa lembaga lain yang memiliki kewenangan untuk mengatur, mengawasi dan melaksanakan perintah peraturan, antara lain:
a.    Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (lihat Pasal 74 sampai Pasal 92 UU No.10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas UU No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan lihat pula Pasal 33 sampai Pasal 40 UU No. 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah diubah dengan UU No.39 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas UU No. 11 Tahun 1995 tentang Cukai).
 b.    Komisi Pengawas Persaingan Usaha (lihat Pasal 35 sampai Pasal 47 UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat).
 c.    Badan Pertanahan Nasional (lihat Pasal 3 Peraturan Kepala BPN No. 3 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia).
 Jadi, walaupun di dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia tidak disebutkan definisi dari Lembaga Penegak Hukum maupun Penegak Hukum, tetapi dalam peraturan perundang-undangan yang telah disebutkan sebelumnya, terdapat beberapa aparat dan lembaga yang dapat dikategorikan sebagai Lembaga Penegak Hukum.
 Mengenai apakah lembaga penegak hukum harus diatur melalui Undang-undang, dalam Pasal 10 UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan(“UU 12/2011”),


 materi muatan yang harus diatur dengan undang-undang berisi:
a.    pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b.    perintah suatu Undang-Undang untuk diatur dengan Undang-Undang;
c.    pengesahan perjanjian internasional tertentu;
d.    tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi; dan/atau
e.    pemenuhan kebutuhan hukum dalam masyarakat

 Keharusan suatu lembaga penegak hukum harus diatur dengan UU memang tidak secara jelas disebutkan. Namun, dari alasan-alasan yang disebutkan dalam Pasal 10 UU 12/2011, alasan “pemenuhan kebutuhan hukum dalam masyarakat” dapat saja menjadi dasar dibentuknya suatu Lembaga Penegak Hukum.


 V.               PELANGGARAN HUKUM

Pelanggaran hokum berbeda dengan kejahatan namun bias juga dikenai sanksi seharusnya. Sedangkan kejahatan adalah pelanggaran yang bukan hanya melanggar hokum perundang-undangan tetapi juga nilai moral, nilai agama, dan rasa keadilan di masyarakat.
Hukum di negara kita ini memang sunguh aneh hukum hanya tajam kepada rakyat kecil dan tumpul jika yang di hadapi orang yang memiliki kekuasan dan kekayan.
Pelanggaran adalah perbuatan yang dilarang oleh peraturan perundang-undangan, tidak member efek langsung kepada orang lain. Namun, di Indonesia ternyata ada tindakan-tindakan yang di maklumi padahal ini termasuk tindak kejahatan dan pelanggaran hokum.
Tindakan ini bias bebas merajalela tanpa ada sanksi signifikan yang diberikan, ini dibuktikan dari tetap maraknya tindakan-tindakan ini dilakukan di Indonesia dan bahkan bebas walau di depan public dan pemerintah. Berikut pelanggaran hokum bahkan tindak kejahatan yangb dilakukan diindonesia namun  masih saja merajalela dengan bebas, disajikan dalam daftar sebagai berikut:
PELANGGARAN HUKUM YANG DIMAKLUMI
1.                  Pembajakan Film/ lagu tingkat pembajakan yang dilakukan di Indonesia yang diteliti oleh studi IDC pada tahun 2008 berjumlah US$411 juta total potensi kerugian yakni 85%. Jika dibandingkan dengan tahun 2007, pembajakan diindonesia mengalami kenaikan 1%
2.                  Pelanggaran lalu lintas yang dianggap sepele dan ringan.
3.                  Pernikahan di bawah umur
4.                  Buang sampah sembarangan
5.                  Pemikiman disembarang tempat
6.                  Pengemis
7.                  Kelakuan para pejabat


 VI.           SANKSI PELANGGARAN HUKUM

Menurut “Black's Law Dictionary Seventh Edition”, sanksi (sanction) adalah:
 “A penalty or coercive measure that results from failure to comply with a law, rule, or order (a sanction for discovery abuse)”
Di Indonesia, secara umum, dikenal sekurang-kurangnya tiga jenis sanksi hukum yaitu: 
     sanksi hukum pidana
     sanksi hukum perdata
     sanksi administrasi/administratif
  Dalam hukum pidana, sanksi hukum disebut hukuman. Menurut R. Soesilo, hukuman adalah:
“Suatu perasaan tidak enak (sengsara) yang dijatuhkan oleh hakim dengan vonis kepada orang yang telah melanggar undang-undang hukum pidana”
 Hukuman sendiri diatur dalam pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yaitu:
Hukuman pokok, yang terbagi menjadi:
a)     hukuman mati
b)     hukuman penjara
c)     hukuman kurungan
d)     hukuman denda
Hukuman-hukuman tambahan, yang terbagi menjadi:
a)     pencabutan beberapa hak yang tertentu
b)     perampasan barang yang tertentu
c)     pengumuman keputusan hakim

 
 Dalam hukum perdata, putusan yang dijatuhkan oleh hakim dapat berupa:
 1.      putusan condemnatoir yakni putusan yang bersifat menghukum pihak yang dikalahkan untuk memenuhi prestasi (kewajibannya). Contoh: salah satu pihak dihukum untuk membayar kerugian, pihak yang kalah dihukum untuk membayar biaya perkara
2.      putusan declaratoir yakni putusan yang amarnya menciptakan suatu keadaan yang sah menurut hukum. Putusan ini hanya bersifat menerangkan dan menegaskan suatu keadaan hukum semata-mata. Contoh: putusan yang menyatakan bahwa penggugat sebagai pemilik yang sah atas tanah sengketa
3.      putusan constitutif yakni putusan yang menghilangkan suatu keadaan hukum dan menciptakan keadaan hukum baru. Contoh: putusan yang memutuskan suatu ikatan perkawinan.

Jadi, dalam hukum perdata, bentuk sanksi hukumnya dapat berupa:
kewajiban untuk memenuhi prestasi (kewajiban)
hilangnya suatu keadaan hukum, yang diikuti dengan terciptanya suatu keadaan hukum baru
Sedangkan untuk sanksi administrasi/administratif, adalah sanksi yang dikenakan terhadap pelanggaran administrasi atau ketentuan undang-undang yang bersifat administratif. Pada umumnya sanksi administrasi/administratif berupa;
-         denda (misalnya yang diatur dalam PP No. 28 Tahun 2008),
-         pembekuan hingga pencabutan sertifikat dan/atau izin (misalnya yang diatur dalam Permenhub No. KM 26 Tahun 2009),
-         penghentian sementara pelayanan administrasi hingga pengurangan jatah produksi (misalnya yang diatur dalam Permenhut No. P.39/MENHUT-II/2008 Tahun 2008),
-         tindakan administratif (misalnya yang diatur dalam Keputusan KPPU No. 252/KPPU/KEP/VII/2008 Tahun 2008)


 BAB III SANGGAHAN
SANGGAHAN UNTUK “PERKEMBANGAN HUKUM DI INDONESIA”

Niluh               : Saya kurang setuju dengan pendapat Nilen, munurut saya Indonesia itu Negara yang adil sebab selalu melaksanankan sesuatu sesuai dengan hukum yang berlaku.
Rizal                : sesuai hukum yang berlaku? Tapi kenapa banyak kasus di Indonesia ini yang yang menjatuhkan hukuman tidak sesuai kejahatan yang dilakukan ? para pejabat di beri sanksi ringan , sedangkan rakyat jelata? Di beri hukuman 3 kali lebih berat dari para pejabat, padahal kesalahan yang dilakukan 3 kali lebih kecil dari para pejabat. Rakyat hanya mencuri sandal yang seharga Rp 12.000-, sedangkan pejabat +RP 12.000.000.000.000. terlihat sekali ketidakadilannya.
Nurawanti       : Tetapi menurut saya penjatuhan hukuman bukan hanya dilihat dari materi yang di ambil atau dicuri tetapi dari kesalahan yang diperbuat nya. Besar kecil uang yang dicuri, tetap saja mereka sama sama melakukan pelanggaran hukum.
Melinda           : Mohon maaf untuk saudari Awan tapi saya sependapat dengan usulan/tanggapan dari saudari Nilen dan Rizal. Sebab sudah jelas dan kenyataan bahwa di Indonesia orang kaya itu terkesan bebas dari sanksi bahkan dapat membeli sanksi dengan mudahnya.
Farel                : Tetapi tidak semua orang kaya dapat memperoleh sanksi yang ringan, banyak orang kaya lainnya yang memperoleh hukuman yang sesuai dengan kesalahannya seperti kasus antasari dan zulkarnain, dan pula dengan pelaku-pelaku terorisme. dan itu dapat membuktikan bahwa hukum di Indonesia itu masih menjunjung tinggi keadilan.
Nilen               : tetapi jika hukum di Indonesia ini adalah hukum yang adil, bagaimana bisa seorang hakim menjatuhkan hukuman lebih berat kepada seorang pencuri sandal jepit dari pada hukuman yang diberikan kepada pejabat Negara yang berkorupsi milyaran rupiah.
Niluh               : Itu kembali lagi terhadap pendapat Nurawantitiani tadi, bahwa penjatuhan hukuman tidak mesti dilihat dari segi materinya saja. Tetapi dari sanksi dan bukti-bukti. Bisa sajakan seorang pencuri sandal itu melakukan nya dengan sengaja dan bahkan memang tidak ada niat untuk memperbaiki kesalahannya, sedangkan pejabat itu.. dia bisa saja di jebak oleh temannya dengan mentransfer uang ke rekening pejabat itu sehingga dia di tuduh korupsi dan temannya itu aman dari hukum. Semua nya itu hanya hakim dan tuhan yang mengetahui semuanya.
Rizal                : Tetapi itu kan hanya kata “bisa saja alias seandainya” tetapi disini kita real kita hanya melihat kenyataan yang sudah terungkap, dan bagaimana jika dibalik keadaannya? Bagaimana jika memang pejabat melakukan kesalahan itu dengan sengaja dan pencuri sandal itu melakukan nya karena keterbatasan ekonomi? Berarti jelas hakim menjatuhkan hukuman secara tidak adil dong?
Nurawanti       : secara tidak langsung anda Nethink dong terhadap para pejabat? dan pothink terhadap pencuri sandal? Memangnya anda tahu keadaan yang sebenarnya ? dan anda punya bukti bahwa pejabat itu memang benar benar sengaja? Anda jangan hanya mendengar  berita di media masa saja, tetapi anda juga harus mencaritahu hal yang sebenarnya terjadi. Jika salah info itu dapat berakibat fatal dan dapat di tuduh sebagai fitnah.
Melinda           : Berarti anda menganggap media masa itu bukan hal yang real ? media masa tidak akan menerbitkan hal yang palsu dan mengada-ada , sebab mereka nantinya bisa dikenai sanksi KHUP.
Niluh               : di sini bukan media masa yang menjadi masalah nya tetapi tuduhan terhadap hukum Indonesia yang tidak adil dan mudah dibeli
Nilen               : Tetapi memang kenyataan hukum di Indonesia itu dengan mudah nya melepaskan para penguasa yang bersalah dan hukum Indonesia itu membiarkan uang yang berbicara bukan keadilan yang berbicara.
Farel                : Berarti secara tidak langsung anda mengatakan hukum di Indonesia ini dapat dimanipulasi dong? Dimanipulasi denga uang khusus nya!
Rizal                : di Indonesia memang seperti itu rel. Yang kaya itu bebas dari hukuman seperti kasus Gayus Tambunan.
Nurawanti       : jadi bukan hukum Indonesia yang bersalah tetapi intinya semua ini kembali pada pribadi masing –masing, dan jika para penegak hukum tidak menerima sogokan maka ketidakadilan seperti itu tidak akan terjadi.
Nilen               : tetapi bagaimana jika semua pribadi Indonesia itu buruk?

Niluh               : tidak mungkin dan sangat tidak mungkin , jika semua kepribadian Indonesia buruk kita tidak mungkin ada disini dong? Dan insya allah kita semua memiliki dasar kepribadian yang mulia.
Melinda           : jadi untuk kesimpulan saat ini uang bisa mengalahkan aturan hukum, penegak hukum di Negara ini masih belum bersikap adil. Masalah kecil malah di besar-besarkan sedangkan masalah yang sebenarnya besar justru diabaikan.
Farel                : bukan salah penegak hukum sepenuhnya buktinya tingkat kriminalitas di Indonesia mulai berkurang.
Rizal                : jika bukan salah penegak hukum lalu salah siapa lagi? Ini sudah terbukti bahwa para penegak hukumnya bekerja karena uang bukan pengabdian. Lagi pula tingkat kriminalitas di Indonesia bukan turun tetapi justru semakin meningkat.
Nurawanti       : menurut saya hanya orang yang munafik jika ia bekerja bukan karena uang, alas an utama seseorang bekerja itu karena untuk memperoleh uang agar dapat memenuhi prekonomiannya, buktinya sekarang saja banyak orang yang kuliah tinggi agar dapat mendapatkan gaji besar, jika seseorang bekerja karena pengapdian maka bekerja sebagai tukang sapu dan tukang Koran tanpa gaji dia harus bersedia dong? Apakah anda mau pekerjaan seperti itu?
Melinda           : tetapi bukan profesi seperti itu yang dimaksud saudara rizal, maksud nya pengabdian agar Negara kita ini dapat menjadi Negara yang nomor satu. Lagi pula jika bukan salah penegak hukum, siapa lagi yang patut kita salahkan!

Farel                : tentu saja terdakwanya , jika dia tidak menawarkan sogokan maka penegak hukum tidak akan tergiur.
Nilen               : tetapi jika penegak hukum itu jujur maka dia tidak akan tergiur dengan jumlah uang itu, jadi penegak hukum Indonesia itu membiarkan uang yang berbicara.
Niluh               : tentu saja bukan salah penegak hukum jika ia tergiur dengan jumlah uang yang besar dan banyak. Jaman sekarang siapa sih yang nggak mau di kasih uang. Seandainya anda di tawarkan uang triliunan dolar hanya untuk tutup mulut tidak berbicara satu hari itu saja , 99% anda aka menyetujunya , tidak berbicara itu hal yang mudah dan tidak ada yang dirugikan justru anda saling simbiosis mutualisme bukan?

rizal                 : antara pejabat dan penegak hukum memang simbiosis mutualisme tetapi bagaimana dengan rakyat nya? Mereka yang mendapatkan simbiosis parasitisme nya.

Nurawanti       : Menurut saya mereka tidak akan menderita jika mereka tidak salah memilih pemimpin.

Melinda           : bukan salah rakyat sepenuhnya , awalnya mereka kan tidak mengetahui sifat aslinya, bisa saja para pemimpin itu bersikap baik saat pemilihan dan rakyat tertipu dengan kedok pemimpin tersebut.
Farel                : mereka itu sudah diatas 17 tahun mereka itu sudah besar dan bukan anak kecil lagi jadi seharusnya mereka bisa menilai , bahkan dengan raut wajah saja sudah dapat tergambarkan sifat seseorang tersebut.
Nilen               : tidak semua orang itu sama farel, tidak semua orang bisa mengetahui sifat dan watak hanya dengan melihat wajah saja, jika wajah nya terlihat baik tapi belum tentu juga kan hatinya itu baik.
Niluh               : saya setuju dengan nilen, jadi jika kita memilih kita harus mencaritahu latar belakang calon – calon nya , agar mengetahui kasus – kasus apa saja yang telah lakukan agar lebih spesifik dan akurat.
Rizal                : lalu bagaimana dengan penegak hukum tadi? siapa yang seharusnya disalahkan dan penyebab semuanya ini terjadi?
Nurawantitiani            : menurut saya yang harus disalahkan dan dihukum adalah terdakwanya sebab dia yang melakukan kesalahan dan dia harus menerima sanksinya yang setimpal.
Melinda           : saya ingin menambahkan, jadi sebagai seorang yag bertanggung jawab maka ia harus berani mempertanggung jawabkan atas apa yang dia lakukan dan sebaiknya ia juga berani mennerima sanksi nya.
Farel                : dan hanya orang-orang pengecut saja yang berani berbuat tetapi jika di dimintai pertaggung jawaban justru bersembunyi dibalik ketiak orang lain .
Nilen               : baiklah masalah selesai dan kesimpulan nya adalah hukum di Indonesia ini adalah hukum yang tegak dalam penyelenggaraannya hanya saja terdapat para penguasa yang menyalahgunakan jabatannya dan mengecewakan kepercayaan rakyat yang telah memilihnya, dan jika memilih pemimpin itu sebaiknya memilih dari kepribadian dan hatinya jangan dari kepandaian dan kekayaan hartanya, sebab itu bukan merupakan jaminan terciptaya Negara yang adil dan berdaulat.

SANGGAHAN MENGENAI “SANKSI PENEGAK HUKUM”

Farel                : baiklah masalah mengenai penegak hukum terselesaikan, kali ini saya ingin menanyakan hal tentang sanksi penegak hukum, jika kita terkena penipuan berkedok motor itu kita lapor kemana? Dan dikenai hukuman apa? Masih dikenakan denda kah?
Nurawantitiai  : lapornya tetap kepolisi, menurut saya akan dikenai 378 KUHP, tentang penipuan, tidak diberi denda, tetapi diganti dengan kurungan.
Melinda           : masa penipuan tidak diberi denda? Harus nya dia didenda dong sebab dia telah merugikan orang lain dan terlebih lagi dalam bentuk materi.
Rizal                : memang merugikan tapi itu semua sudah di atur dalam 378 KUHP, jadi hakim hanya bisa memberikan sanksi sesuai dengan yag telah ditetapkan.
Nilen               : tapi seharusnya hakim bisa mengambil keputusan yang terbaik dan tidak terpaku oleh KUHP.
Niluh               : jika dia mengambil keputusan diluar KUHP berarti hakim tersebut melanggar hukum yang sudah ditetapkan jadi itu semua tidak bisa dilakukan sebab diluar kehendak hakim.
Farel                : apa semua hukum seperti korupsi dan penipuan bisa diganti hukumannya?
Rizal                : kalau hukum itu masuk ke pidana tidak ada yang namanya ganti rugi kecuali dalam bidang pengadilan. Di Indonesia khusus nya dibidang hukum perdata.
Nilen               : iya betul, namun dalam korupsi selain diberi hukuman penjara dan diberi denda, lalu pidana dapat di cicil.
Niluh               : dan apabila dia melakukan korupsi terlalu berlebihan dan berulang –ulang dapat dikenai hukuman seumur hidup.
Melinda           : Kalau penjara kan dijebloskan ke LP, Kalau kurungan dijebloskan kemana?
Nurawantitiani            : menurut saya bedanya terdapat di fakultas dan tingkat perampasan kebebasan hukumnya
Rizal                : iya betul, kalau penjara itu kita harus tinggal di LP. Sedangkan kurungan kita bisa memilih ingin di kurung atau mau di denda.
Niluh               : lah, kenapa pencurian masuk kedalam hukum pidana bukan perdata?
Melinda           : karena pencurian itu mengambil sesuatu yang bukan haknya.
Farel                :tapi bagaimana dengan barang temuan? Apakah itu termasuk pencurian? Sebab barang itu bukanlah hak kita.
Nilen               : iya termasuk pencurian, sebab barang yang ditemukan adalah milik orang lain bukan milik kita.
Nurawantitiani            : saya tidak setuju, penemuan bukanlah sebuah pencurian sebab dia tidak mengambil hak orang lain. Bahkan dia tidak mengetahui itu adalah milik siapa.
Rizal                : saya sependapat dan lagi pula dia hanya menemukan milik orag yang telah hilang bukan mengambil milik orang, itu artinya jauh sekali loh.
Niluh               : apakah ada sanksi tentang penemuan barang?
Nurawantitiani            : menurut saya tidak itu tergantung pada pilihan kita sendiri, mau diapakan kah barang tersebut? Dikembalikan? Di amalkan? Atau dimiliki? Itu tergantung piliha kita.
Rizal                : jadi jika hanya menemukan barang itu tidak ada hukum penjara dan kurungannya.
Melinda           : oh, jadi perbedaan penjara dengan kurungan itu masih tinggal di lp, tapi bobot hukumannya berbeda.
Farel                : iya, jadi kurungan anda di tahan tapi tidak keluar dari kota domisili.


 SANGGAHAN UNTUK PELANGGARAN HUKUM

Rizal                : saya tidak setuju dengan Nurawantitiani yang menyatakan bahwa menikah di usia muda termasuk melanggar hukum sebab menikah itu adalah hak semua orang.
Nurawantitiani  :Menikah memang orang hak semua orang tetapi umur untuk menikah sudah diatur dalam Undang-undang negara kita telah mengatur batas usia perkawinan.  Yaituy uu perkawinan bab II pasal 7 ayat 1.Dalam Undang-undang Perkawinan bab II pasal 7 ayat 1 disebutkan bahwa  perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak perempuan sudah mencapai umur 16 (enam belas tahun) tahun.[1]
Melinda           : saya setuju dengan awan, bahwa di Dalam Undang-undang Perkawinan bab II pasal 7 ayat 1 disebutkan bahwa  perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak perempuan sudah mencapai umur 16 (enam belas tahun) tahun.[1]
Nilen               : tetapi pernikahan itu adalah hak dan tidak dapat dilarang sebab Negara Indonesia adalah Negara yang menegakkan hukum HAM.
Niluh               : tetapi di dalah agama juga melarang pernikahan dini (pernikahan sebelum usia baligh). sebab, nilai esensial pernikahan  adalah memenuhi kebutuhan biologis, dan melanggengkan keturunan. Sementara dua hal ini tidak terdapat pada anak yang belum baligh. Ia lebih menekankan pada tujuan pokok pernikahan.
Farel                : tetapi bagaimana jika seorang wanitanya sudah hamil duluan di usia muda? Berarti itu melepaskan tanggung jawab lelakinya jika dilarang menikah usia muda?
Rizal                : saya setuju dengan farel, berarti Negara kita ini membuat seseorang melepaskan tanggung jawabnya sebab adanya larang pernikahan di usia muda.
Nurawantitiani  : kejadian seperti itu tidak bisa menyalahkan hukum di Indonesia sebab yang melakukan kesalahan adalah para remajanya, harusnya dia mampu membedakan hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan.
Melinda           : menurut saya hal itu adalah ketentuan khusus jadi mereka diperbolehkan menikah tetapi tidak boleh di ikuti oleh masyarakat yang lainnya.
Nilen               : jadi di Indonesia inidi perbolehkan menikah usia muda .
Niluh               : dan meskipun sudah terdapat larangan nya namun menikah muda menjadi hal yang biasa bagi masyarakatnya.
Farel                : kesimpulannya, ukuran kemaslahatan di kembalikan kepada pribadi masing-masing. Jika dengan menikah usia muda mampu menyelamatkan diri dari kubangan dosa dan lumpur kemaksiatan, maka menikah adalah alternatif terbaik. Sebaliknya, jika dengan menunda pernikahan sampai pada usia ”matang” mengandung nilai positif, maka hal itu adalah yang lebih utama.



Total comment

Author

Analis Kesehatan