TUGAS
BAHASA INDONESIA
LAPORAN DISKUSI DENGAN TEMA “HUKUM”
Anggota Diskusi : 1. Melinda Nila Sari
2. M.rizal Dirgantara
3. M. Farel Farhan
4. Niluh Ayu
5. Nilen Teni
6. Nurawantitiani
Kelas : XI IPA 4
SMA
NEGERI 11 TANGERANG
KECAMATAN
KARAWACI KOTA TANGERANG
TAHUN
AJARAN 2012/2013
BAB
I PEMBUKAAN
Selamat Pagi
Ass. Wr. Wb....
Baiklah pak
guru dan teman-teman, marilah kita buka pertemuan pagi ini dengan terlebih dahulu mengucap puji syukur kehadlirat Tuhan YME Selamat
datang bagi para anggota diskusi yang
hadir dalam acara Diskusi yang menarik ini dan dilaksanakan di gedung yang juga ekslusif, yaitu SMAN 11 TANGERANG.
Diskusi
yang menarik ini dilatarbelakangi oleh adanya keprihatinan kita pada hukum yang
ada di indonesia.. Oleh karena itu,
diskusi kita hari ini akan bertujuan untuk mencari sumber dari yang paling akar
kesalahan terhadap hukum di Indonesia. Untuk memperlancar kegiatan
presentasi kali ini, saya (Melinda) akan
berusaha memandu acara sampai selesai.
Agar diskusi
kita berjalan dengan lancar, maka penyaji akan kita persilakan untuk menyajikan makalahnya selama 2 menit. Sedangkan untuk
sesi tanya jawab akan kitaberi waktu selama 8 menit, setelah para anggota menyajikan
makalahnya.
BAB
II SUB TEMA
I.
PERKEMBANGAN
HUKUM DI INDONESIA
II.
JENIS
– JENIS HUKUM
III.
PERANAN
HUKUM
IV.
BADAN
PENEGAK HUKUM
V.
PELANGGARAN
HUKUM
VI.
SANKSI
PELANGGARAN HUKUM
I.
PERKEMBANGAN HUKUM DI INDONESIA
Bagaimana hukum di Indonesia? Kebanyakan orang akan
menjawab hukum di Indonesia itu yang menang yang mempunyai kekuasaan, yang
mempunyai uang banyak pasti aman dari gangguan hukum walau aturan negara
dilanggar. Orang biasa yang ketahuan melakukan tindak pencurian kecil langsung
ditangkap dan dijebloskan ke penjara. Sedangkan seorang pejabat negara yang
melakukan korupsi uang milyaran milik negara dapat berkeliaran dengan
bebasnya.
Itulah seklumit jawaban yang menunjukan penegakan hukum di Indonesia belum dijalankan secara adil. Oleh karena itu diperlukan adanya reformasi hukum di Indonesia.
Dalam pembahasannya menilai bahwa perkembangan penegakan hukum di Indonesia masih jauh dari harapan. Sejak Indonesia merdeka sampai pemerintahan Gus Dur pasti terdapat kekurangan- kekurangan dalam mewujudkan negara hukum di Indonesia.
Pembahasan hukum dalam makalah tersebut lebih banyak mengkritisi pemerintahan ORBA yang gagal dalam menjalankan hukum. Karena tidak berjalannya prinsip rule of law yang menuntut peraturan hukum dijalankan secara adil dan melindungi hak- hak sosial dan politik dari pelanggaran yang dilakukan baik warga maupun penguasa.
Masalah pelaksanaan hukum di Indonesia dibahas dengan menunjukan fakta- fakta pelanggaran aturan hukum yang terjadi di era ORBA.Dalam pembahasan tersebut menunjukan law enforcement tidak berjalan dan lambatnya proses penanganan pelanggaran hukum oleh penguasa. Bahkan sampai era reformasi pemerintahan SBY belum juga dilaksanakan secara adil. Hal terjadi karena rezin ORBA masih ada dan karena adanya money politic.
Dengan adanya fakta- fakta tersebut kita sebagai masyarakat yang peduli keadilan diajak untuk lebih mengkritisi kasus- kasus pelanggaran kejahatan-kejahatan kemanusiaan dan aturan hukum yang menanganinya. Masalah pencabutan perundang- undangan yang tak demokratik dibahas mengenai Pengamandemenan UUD 45 pasal 6 ayat (1) yang memang perlu dilakukan. Karena pasal tersebut tidak mencerminkan penegakan hukum secara demokratik Dan itu terbukti menjadi solusi karena dalam UUD 45 pasal 6 ayat (1) Amandemen keempat telah berubah bunyinya menjadi “ Capres dan cawapres harus warga negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaran lain karena kehendaknya sendiri….” Masalah impunity dalam kaitannya dengan amandemen kedua UUD 45 Pasal 28I ayat (1) memang belum jelas apakah pasal tersebut berlaku sama terhadap tindak kejahatan- kejahatan kemanusiaan.
Itulah seklumit jawaban yang menunjukan penegakan hukum di Indonesia belum dijalankan secara adil. Oleh karena itu diperlukan adanya reformasi hukum di Indonesia.
Dalam pembahasannya menilai bahwa perkembangan penegakan hukum di Indonesia masih jauh dari harapan. Sejak Indonesia merdeka sampai pemerintahan Gus Dur pasti terdapat kekurangan- kekurangan dalam mewujudkan negara hukum di Indonesia.
Pembahasan hukum dalam makalah tersebut lebih banyak mengkritisi pemerintahan ORBA yang gagal dalam menjalankan hukum. Karena tidak berjalannya prinsip rule of law yang menuntut peraturan hukum dijalankan secara adil dan melindungi hak- hak sosial dan politik dari pelanggaran yang dilakukan baik warga maupun penguasa.
Masalah pelaksanaan hukum di Indonesia dibahas dengan menunjukan fakta- fakta pelanggaran aturan hukum yang terjadi di era ORBA.Dalam pembahasan tersebut menunjukan law enforcement tidak berjalan dan lambatnya proses penanganan pelanggaran hukum oleh penguasa. Bahkan sampai era reformasi pemerintahan SBY belum juga dilaksanakan secara adil. Hal terjadi karena rezin ORBA masih ada dan karena adanya money politic.
Dengan adanya fakta- fakta tersebut kita sebagai masyarakat yang peduli keadilan diajak untuk lebih mengkritisi kasus- kasus pelanggaran kejahatan-kejahatan kemanusiaan dan aturan hukum yang menanganinya. Masalah pencabutan perundang- undangan yang tak demokratik dibahas mengenai Pengamandemenan UUD 45 pasal 6 ayat (1) yang memang perlu dilakukan. Karena pasal tersebut tidak mencerminkan penegakan hukum secara demokratik Dan itu terbukti menjadi solusi karena dalam UUD 45 pasal 6 ayat (1) Amandemen keempat telah berubah bunyinya menjadi “ Capres dan cawapres harus warga negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaran lain karena kehendaknya sendiri….” Masalah impunity dalam kaitannya dengan amandemen kedua UUD 45 Pasal 28I ayat (1) memang belum jelas apakah pasal tersebut berlaku sama terhadap tindak kejahatan- kejahatan kemanusiaan.
Jika dilihat dari limu hukum uraian di atas cukup mendukung bahwa satu- satunya jalan adalah dengan mengamandemen pasal tersebut. Akan tetapi sampai UUD 45 amandemen keempat atau UUD 45 yang berlaku sekarang ini belum diubah. Dari penjelasan- penjelasan masalah di atas intinya adalah untuk mereformasi hukum di Indonesia dengan penegakan supremasi hukum sehingga terwujud hukum yang adil. Era reformasi sudah cukup lama berjalan namum sampai sekarang penegakan hukum memang sulit dilaksanakan. Hal ini terjadi karena masih banyak kendala- kendala yang harus di hadapi. Untuk itu diperlukan peran serta masyarakat dan pemerintah dalam penegakan hukum. Semoga perkembangan hukum di Indonesia semakin maju dan dapat berjalan dengan adil.
Perkembangan Hukum di
Indonesia
• Periode Kolonialisme
• Periode Revolusi Fisik Sampai Demokrasi Liberal
• Periode Demokrasi Terpimpin Sampai Orde Baru
• Periode Pasca Orde Baru (1998 – Sekarang)
1. Periode Kolonialisme
Periode kolonialisme terbagi ke dalam tiga tahapan besar, yakni: periode VOC, Liberal Belanda dan Politik etis hingga penjajahan Jepang.
2. Periode Revolusi Fisik Sampai Demokrasi Liberal
a. Periode Revolusi Fisik
Pembaruan hukum yang sangat berpengaruh di masa awal ini adalah pembaruan di dalam bidang peradilan, yang bertujuan dekolonisasi dan nasionalisasi: 1) Meneruskan unfikasi badan-badan peradilan dengan melakukan penyederhanaan; 2) Mengurangi dan membatasi peran badan-badan pengadilan adat dan swapraja, kecuali badan-badan pengadilan agama yang bahkan dikuatkan dengan pendirian Mahkamah Islam Tinggi.
b. Periode Demokrasi Liberal
UUDS 1950 yang telah mengakui hak asasi manusia. Namun pada masa ini pembaharuan hukum dan tata peradilan tidak banyak terjadi, yang ada adalah dilema untuk mempertahankan hukum dan peradilan adat atau mengkodifikasi dan mengunifikasinya menjadi hukum nasional yang peka terhadap perkembangan ekonomi dan tata hubungan internasional. Kemudian yang berjalan hanyalah unifikasi peradilan dengan menghapuskan seluruh badan-badan dan mekanisme pengadilan atau penyelesaian sengketa di luar pengadilan negara, yang ditetapkan melalui UU No. 9/1950 tentang Mahkamah Agung dan UU Darurat No. 1/1951 tentang Susunan dan Kekuasaan Pengadilan.
• Periode Kolonialisme
• Periode Revolusi Fisik Sampai Demokrasi Liberal
• Periode Demokrasi Terpimpin Sampai Orde Baru
• Periode Pasca Orde Baru (1998 – Sekarang)
1. Periode Kolonialisme
Periode kolonialisme terbagi ke dalam tiga tahapan besar, yakni: periode VOC, Liberal Belanda dan Politik etis hingga penjajahan Jepang.
2. Periode Revolusi Fisik Sampai Demokrasi Liberal
a. Periode Revolusi Fisik
Pembaruan hukum yang sangat berpengaruh di masa awal ini adalah pembaruan di dalam bidang peradilan, yang bertujuan dekolonisasi dan nasionalisasi: 1) Meneruskan unfikasi badan-badan peradilan dengan melakukan penyederhanaan; 2) Mengurangi dan membatasi peran badan-badan pengadilan adat dan swapraja, kecuali badan-badan pengadilan agama yang bahkan dikuatkan dengan pendirian Mahkamah Islam Tinggi.
b. Periode Demokrasi Liberal
UUDS 1950 yang telah mengakui hak asasi manusia. Namun pada masa ini pembaharuan hukum dan tata peradilan tidak banyak terjadi, yang ada adalah dilema untuk mempertahankan hukum dan peradilan adat atau mengkodifikasi dan mengunifikasinya menjadi hukum nasional yang peka terhadap perkembangan ekonomi dan tata hubungan internasional. Kemudian yang berjalan hanyalah unifikasi peradilan dengan menghapuskan seluruh badan-badan dan mekanisme pengadilan atau penyelesaian sengketa di luar pengadilan negara, yang ditetapkan melalui UU No. 9/1950 tentang Mahkamah Agung dan UU Darurat No. 1/1951 tentang Susunan dan Kekuasaan Pengadilan.
3. Periode Demokrasi
Terpimpin Sampai Orde Baru
a. Periode Demokrasi Terpimpin
Langkah-langkah pemerintahan Demokrasi Terpimpin yang dianggap sangat berpengaruh dalam dinamika hukum dan peradilan adalah: 1) Menghapuskan doktrin pemisahan kekuasaan dan mendudukan MA dan badan-badan pengadilan di bawah lembaga eksekutif; 2) Mengganti lambang hukum ?dewi keadilan? menjadi ?pohon beringin? yang berarti pengayoman; 3) Memberikan peluang kepada eksekutif untuk melakukan campur tangan secara langsung atas proses peradilan berdasarkan UU No.19/1964 dan UU No.13/1965; 4) Menyatakan bahwa hukum perdata pada masa kolonial tidak berlaku kecuali sebagai rujukan, sehingga hakim mesti mengembangkan putusan-putusan yang lebih situasional dan kontekstual.
b. Periode Orde Baru
Perkembangan dan dinamika hukum dan tata peradilan di bawah Orde Baru justru diawali oleh penyingkiran hukum dalam proses politik dan pemerintahan. Di bidang perundang-undangan, rezim Orde Baru ?membekukan? pelaksanaan UU Pokok Agraria, dan pada saat yang sama membentuk beberapa undang-undang yang memudahkan modal asing berinvestasi di Indonesia; di antaranya adalah UU Penanaman Modal Asing, UU Kehutanan, dan UU Pertambangan. Selain itu, orde baru juga melakukan: 1) Penundukan lembaga-lembaga hukum di bawah eksekutif; 2) Pengendalian sistem pendidikan dan penghancuran pemikiran kritis, termasuk dalam pemikiran hukum; Singkatnya, pada masa orde baru tak ada
perkembangan yang baik dalam hukum Nasional.4. Periode Pasca Orde Baru (1998 – Sekarang)
Sejak pucuk eksekutif di pegang Presiden Habibie hingga sekarang, sudah terjadi empat kali amandemen UUD RI. Di arah perundang-undangan dan kelembagaan negara, beberapa pembaruan formal yang mengemuka adalah: 1) Pembaruan sistem politik dan ketetanegaraan; 2) Pembaruan sistem hukum dan hak asasi manusia; dan 3) Pembaruan sistem ekonomi.
Penyakit lama orde baru, yaitu KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme) masih kokoh mengakar pada masa pasca orde baru, bahkan kian luas jangkauannya. Selain itu, kemampuan perangkat hukum pun dinilai belum memadai untuk dapat menjerat para pelaku semacam itu. Aparat penegak hukum seperti polisi, jaksa, dan hakim (kini ditambah advokat) dilihat masih belum mampu mengartikulasikan tuntutan permbaruan hukum, hal ini dapat dilihat dari ketidakmampuan Kejaksaan Agung meneruskan proses peradilan mantan Presiden Soeharto, peradilan pelanggaran HAM, serta peradilan para konglomerat hitam. Sisi baiknya, pemberdayaan rakyat untuk menuntut hak-haknya dan mengembangkan sumber daya hukumnya secara mandiri, semakin gencar dan luas dilaksanakan. Walaupun begitu, pembaruan hukum tetap terasa lambat dan masih tak tentu arahnya.
a. Periode Demokrasi Terpimpin
Langkah-langkah pemerintahan Demokrasi Terpimpin yang dianggap sangat berpengaruh dalam dinamika hukum dan peradilan adalah: 1) Menghapuskan doktrin pemisahan kekuasaan dan mendudukan MA dan badan-badan pengadilan di bawah lembaga eksekutif; 2) Mengganti lambang hukum ?dewi keadilan? menjadi ?pohon beringin? yang berarti pengayoman; 3) Memberikan peluang kepada eksekutif untuk melakukan campur tangan secara langsung atas proses peradilan berdasarkan UU No.19/1964 dan UU No.13/1965; 4) Menyatakan bahwa hukum perdata pada masa kolonial tidak berlaku kecuali sebagai rujukan, sehingga hakim mesti mengembangkan putusan-putusan yang lebih situasional dan kontekstual.
b. Periode Orde Baru
Perkembangan dan dinamika hukum dan tata peradilan di bawah Orde Baru justru diawali oleh penyingkiran hukum dalam proses politik dan pemerintahan. Di bidang perundang-undangan, rezim Orde Baru ?membekukan? pelaksanaan UU Pokok Agraria, dan pada saat yang sama membentuk beberapa undang-undang yang memudahkan modal asing berinvestasi di Indonesia; di antaranya adalah UU Penanaman Modal Asing, UU Kehutanan, dan UU Pertambangan. Selain itu, orde baru juga melakukan: 1) Penundukan lembaga-lembaga hukum di bawah eksekutif; 2) Pengendalian sistem pendidikan dan penghancuran pemikiran kritis, termasuk dalam pemikiran hukum; Singkatnya, pada masa orde baru tak ada
perkembangan yang baik dalam hukum Nasional.4. Periode Pasca Orde Baru (1998 – Sekarang)
Sejak pucuk eksekutif di pegang Presiden Habibie hingga sekarang, sudah terjadi empat kali amandemen UUD RI. Di arah perundang-undangan dan kelembagaan negara, beberapa pembaruan formal yang mengemuka adalah: 1) Pembaruan sistem politik dan ketetanegaraan; 2) Pembaruan sistem hukum dan hak asasi manusia; dan 3) Pembaruan sistem ekonomi.
Penyakit lama orde baru, yaitu KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme) masih kokoh mengakar pada masa pasca orde baru, bahkan kian luas jangkauannya. Selain itu, kemampuan perangkat hukum pun dinilai belum memadai untuk dapat menjerat para pelaku semacam itu. Aparat penegak hukum seperti polisi, jaksa, dan hakim (kini ditambah advokat) dilihat masih belum mampu mengartikulasikan tuntutan permbaruan hukum, hal ini dapat dilihat dari ketidakmampuan Kejaksaan Agung meneruskan proses peradilan mantan Presiden Soeharto, peradilan pelanggaran HAM, serta peradilan para konglomerat hitam. Sisi baiknya, pemberdayaan rakyat untuk menuntut hak-haknya dan mengembangkan sumber daya hukumnya secara mandiri, semakin gencar dan luas dilaksanakan. Walaupun begitu, pembaruan hukum tetap terasa lambat dan masih tak tentu arahnya.
II.
JENIS-JENIS
HUKUM
Hukum
Nasional
Dalam kehidupan sehari-hari kamu tentu pernah mendengar istilah hukum pidana, hukum perdata, dan hukum adat. Tahukah kamu perbedaan ketiga jenis hukum tersebut? Ketiga jenis hukum tersebut hidup dan berkembang di negara Indonesia, tetapi memiliki bentuk yang berbeda. Hukum pidana dan perdata digolongkan sebagai hukum yang tertulis, artinya hukum yang dicantumkan dalam berbagai peraturan.
Perlu kamu ingat, jika ada hukum yang tertulis, tentu ada pula hukum yang tidak tertulis, yaitu hukum yang masih hidup dalam keyakinan masyarakat. Hukum semacam itu tidak tertulis, namun keberadaannya ditaati sebagai suatu peraturan perundangan (disebut juga hukum kebiasaan). Hukum yang digolongkan kedalam hukum tidak tertulis adalah hukum adat.
Hukum tertulis sebenarnya bukan hanya pidana dan perdata, tetapi banyak macamnya, di antaranya sebagai berikut.
1. Hukum Pidana
Hukum pidana termasuk dalam hukum publik. Hukum pidana mengatur hal-hal yang menyangkut kepentingan umum. Hukum pidana adalah keseluruhan aturan hukum yang menyangkut sanksi atau hukuman khusus yang dijatuhkan kepada pelanggar hukum. Hukum pidana identik dengan hukum yang mengatur pelanggaran yang menyangkut kepentingan umum. Sebagai contoh, kamu tentu sering melihat tayangan kriminal di televisi, kasus-kasus seperti pembunuhan, pencurian, dan penipuan. Kasus-kasus tersebut tergolong ke dalam pelanggaran pidana. Pelaku tindak pidana wajib mendapat hukuman yang setimpal. Tahukah kamu macam-macam hukumannya? Dalam hukum pidana di Indonesia dikenal dua macam hukuman, menurut KUHP Pasal 10 hukuman atau pidana terdiri alas:
Hukuman pokok terdiri atas:
1) hukuman mati
2) hukuman penjara
3) hukuman kurungan, dan
4) hukuman denda
Hukuman tambahan, terdiri atas:
1) pencabutan hak-hak tertentu,
2) perampasan barang-barang tertentu, dan
3) pengumuman putusan hakim.
2. Hukum Tata Negara
Hukum tata negara adalah keseluruhan aturan hukum yang mengatur bentuk-bentuk dan susunan negara, alat-alat perlengkapan negara, tugas-tugas negara, serta hubungan alat-alat perlengkapan negara. Tahukah kamu lembaga-lembaga tinggi negara yang ada di Indonesia seperti Presiden, DPR, dan DPD? Apa tugas lembaga-lembaga tersebut? Bagaimana hubungan antara lembaga tersebut? Semua hal tersebut diatur dalam hukum tata negara.
3. Hukum Tata Usaha Negara
Hukum tata usaha negara, termasuk bagian dari hukum tata negara dalam arti luas. Hukum tata usaha negara atau disebut juga hukum tata pemerintahan, yaitu hukum yang mengatur cara-cara menjalankan tugas (hak dan kewajiban) dari kekuasaan alat-alat perlengkapan negara.
4. Hukum Acara Pidana
Hukum acara pidana adalah peraturan-peraturan (hukum) yang berisi tata cara penyelesaian perbuatan-perbuatan yang melanggar hukum pidana. Hukum acara pidana mengatur proses penyelidikan, penangkapan, penahanan, pemeriksaan, persidangan, penuntutan, penjatuhan hukuman, dan pelaksanaan hukuman (eksekusi). Hukum acara pidana adalah hukum yang mengatur proses penyelesaian kasus pidana di tingkat pengadilan.
Hukum Internasional
Dalam buku Pengantar Hukum Indonesia, karya C.S.T. Kansil, S.H. Hukum internasional terdiri atas hukum perdata intenasional dan publik internasional.
Hukum perdata internasional, yaitu hukum yang mengatur hubungan hukum antara warga negara suatu negara dan warga negara dari negara lain dalam hubungan internasional.
Hukum publik internasional (hukum antar negara), yaitu hukum yang mengatur hubungan hukum antara negara yang satu dan negara-negara lain dalam hubungan internasional.
Macam-macam hukum tersebut di alas termasuk dalam hokum publik, sedangkan hukum privat (sipil), di antaranya sebagai berikut.
Hukum Perdata
Hukum perdata adalah hukum yang mengatur hubungan antara orang yang satu dan yang lain dengan menitikberatkan kepada kepentingan perseorangan. Hukum perdata di Indonesia memuat hal-hal sebagai berikut.
Hukum perorangan (personenrecht), di antaranya memuat:
1. peraturan-peraturan tentang manusia sebagai subjek hukum;
2. peraturan-peraturan tentang kecakapan untuk memiliki hak-hak dan untuk bertindak sendiri melaksanakan hak-haknya itu.
Hukum keluarga (familierecht), yang di antaranya memuat:
1. perkawinan beserta hubungan dalam hukum harta kekayaan antara suami atau istri;
2. hubungan antara orangtua dan anak-anaknya;
3. perwalian;
4. pengampunan.
Hukum harta kekayaan yang mengatur tentang hubungan-hubungan hukum yang dapat dinilai dengan uang. Hukum harta kekayaan terdiri atas:
1. hak mutlak, yaitu hak-hak yang berlaku terhadap tiap orang;
2. hak perorangan, yaitu hak-hak yang berlaku terhadap seorang atau suatu pihak tertentu saja.
Hukum waris (etfrecht), yang mengatur tentang Benda atau kekayaan seseorang jika ia meninggal dunia (mengatur akibat-akibat dari hubungan keluarga terhadap harta peninggalan seseorang).
Hukum Dagang
Hukum dagang adalah hukum yang menurut sebagian sarjana ahli hukum merupakan bagian dalam hukum perdata. Hukum dagang merupakan perluasan dari Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu tentang perikatan (hukum persetujuan).
Di samping berbagai peraturan hukum tersebut pemerintah telah menetapkan berbagai macam peraturan perundangan yang ditetapkan dalam Ketetapan MPR No. III/MPR/2000. Ketetapan MPR tersebut telah diubah menjadi UU No.10 Tahun 2004 yang memuat tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Perundangan. Adapun Peraturan Perundangan yang ada di Indonesia adalah sebagai berikut.
1) UUD 1945;
2) Ketetapan MPR (Tap MPR);
3) Undang-Undang (UU);
4) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu);
5) Peraturan Pemerintah (PP);
6) Keputusan Presiden (Keppres);
7) Peraturan Daerah (Perda).
Dalam kehidupan sehari-hari kamu tentu pernah mendengar istilah hukum pidana, hukum perdata, dan hukum adat. Tahukah kamu perbedaan ketiga jenis hukum tersebut? Ketiga jenis hukum tersebut hidup dan berkembang di negara Indonesia, tetapi memiliki bentuk yang berbeda. Hukum pidana dan perdata digolongkan sebagai hukum yang tertulis, artinya hukum yang dicantumkan dalam berbagai peraturan.
Perlu kamu ingat, jika ada hukum yang tertulis, tentu ada pula hukum yang tidak tertulis, yaitu hukum yang masih hidup dalam keyakinan masyarakat. Hukum semacam itu tidak tertulis, namun keberadaannya ditaati sebagai suatu peraturan perundangan (disebut juga hukum kebiasaan). Hukum yang digolongkan kedalam hukum tidak tertulis adalah hukum adat.
Hukum tertulis sebenarnya bukan hanya pidana dan perdata, tetapi banyak macamnya, di antaranya sebagai berikut.
1. Hukum Pidana
Hukum pidana termasuk dalam hukum publik. Hukum pidana mengatur hal-hal yang menyangkut kepentingan umum. Hukum pidana adalah keseluruhan aturan hukum yang menyangkut sanksi atau hukuman khusus yang dijatuhkan kepada pelanggar hukum. Hukum pidana identik dengan hukum yang mengatur pelanggaran yang menyangkut kepentingan umum. Sebagai contoh, kamu tentu sering melihat tayangan kriminal di televisi, kasus-kasus seperti pembunuhan, pencurian, dan penipuan. Kasus-kasus tersebut tergolong ke dalam pelanggaran pidana. Pelaku tindak pidana wajib mendapat hukuman yang setimpal. Tahukah kamu macam-macam hukumannya? Dalam hukum pidana di Indonesia dikenal dua macam hukuman, menurut KUHP Pasal 10 hukuman atau pidana terdiri alas:
Hukuman pokok terdiri atas:
1) hukuman mati
2) hukuman penjara
3) hukuman kurungan, dan
4) hukuman denda
Hukuman tambahan, terdiri atas:
1) pencabutan hak-hak tertentu,
2) perampasan barang-barang tertentu, dan
3) pengumuman putusan hakim.
2. Hukum Tata Negara
Hukum tata negara adalah keseluruhan aturan hukum yang mengatur bentuk-bentuk dan susunan negara, alat-alat perlengkapan negara, tugas-tugas negara, serta hubungan alat-alat perlengkapan negara. Tahukah kamu lembaga-lembaga tinggi negara yang ada di Indonesia seperti Presiden, DPR, dan DPD? Apa tugas lembaga-lembaga tersebut? Bagaimana hubungan antara lembaga tersebut? Semua hal tersebut diatur dalam hukum tata negara.
3. Hukum Tata Usaha Negara
Hukum tata usaha negara, termasuk bagian dari hukum tata negara dalam arti luas. Hukum tata usaha negara atau disebut juga hukum tata pemerintahan, yaitu hukum yang mengatur cara-cara menjalankan tugas (hak dan kewajiban) dari kekuasaan alat-alat perlengkapan negara.
4. Hukum Acara Pidana
Hukum acara pidana adalah peraturan-peraturan (hukum) yang berisi tata cara penyelesaian perbuatan-perbuatan yang melanggar hukum pidana. Hukum acara pidana mengatur proses penyelidikan, penangkapan, penahanan, pemeriksaan, persidangan, penuntutan, penjatuhan hukuman, dan pelaksanaan hukuman (eksekusi). Hukum acara pidana adalah hukum yang mengatur proses penyelesaian kasus pidana di tingkat pengadilan.
Hukum Internasional
Dalam buku Pengantar Hukum Indonesia, karya C.S.T. Kansil, S.H. Hukum internasional terdiri atas hukum perdata intenasional dan publik internasional.
Hukum perdata internasional, yaitu hukum yang mengatur hubungan hukum antara warga negara suatu negara dan warga negara dari negara lain dalam hubungan internasional.
Hukum publik internasional (hukum antar negara), yaitu hukum yang mengatur hubungan hukum antara negara yang satu dan negara-negara lain dalam hubungan internasional.
Macam-macam hukum tersebut di alas termasuk dalam hokum publik, sedangkan hukum privat (sipil), di antaranya sebagai berikut.
Hukum Perdata
Hukum perdata adalah hukum yang mengatur hubungan antara orang yang satu dan yang lain dengan menitikberatkan kepada kepentingan perseorangan. Hukum perdata di Indonesia memuat hal-hal sebagai berikut.
Hukum perorangan (personenrecht), di antaranya memuat:
1. peraturan-peraturan tentang manusia sebagai subjek hukum;
2. peraturan-peraturan tentang kecakapan untuk memiliki hak-hak dan untuk bertindak sendiri melaksanakan hak-haknya itu.
Hukum keluarga (familierecht), yang di antaranya memuat:
1. perkawinan beserta hubungan dalam hukum harta kekayaan antara suami atau istri;
2. hubungan antara orangtua dan anak-anaknya;
3. perwalian;
4. pengampunan.
Hukum harta kekayaan yang mengatur tentang hubungan-hubungan hukum yang dapat dinilai dengan uang. Hukum harta kekayaan terdiri atas:
1. hak mutlak, yaitu hak-hak yang berlaku terhadap tiap orang;
2. hak perorangan, yaitu hak-hak yang berlaku terhadap seorang atau suatu pihak tertentu saja.
Hukum waris (etfrecht), yang mengatur tentang Benda atau kekayaan seseorang jika ia meninggal dunia (mengatur akibat-akibat dari hubungan keluarga terhadap harta peninggalan seseorang).
Hukum Dagang
Hukum dagang adalah hukum yang menurut sebagian sarjana ahli hukum merupakan bagian dalam hukum perdata. Hukum dagang merupakan perluasan dari Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu tentang perikatan (hukum persetujuan).
Di samping berbagai peraturan hukum tersebut pemerintah telah menetapkan berbagai macam peraturan perundangan yang ditetapkan dalam Ketetapan MPR No. III/MPR/2000. Ketetapan MPR tersebut telah diubah menjadi UU No.10 Tahun 2004 yang memuat tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Perundangan. Adapun Peraturan Perundangan yang ada di Indonesia adalah sebagai berikut.
1) UUD 1945;
2) Ketetapan MPR (Tap MPR);
3) Undang-Undang (UU);
4) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu);
5) Peraturan Pemerintah (PP);
6) Keputusan Presiden (Keppres);
7) Peraturan Daerah (Perda).
III.
PERANAN
HUKUM
Hukum mempunyai peranan
sangat besar dalam pergaulan hidup di tengah-tengah masyarakat. Hal ini dapat
di lihat dari ketertiban, ketentraman dan tidak terjadinya ketegangan di dalam
masyarakat, karena hukum mengatur menentukan hak dan kewajiban serta mengatur,
menentukan hak dan kewajiban serta melindungi kepentingan individu dan
kepentingan sosisal
Peran hukum dalam masyarakat sangat beraneka ragam,
bergantung dari berbagai faktor dan keadaan masyarakat. Disamping itu. fungsi
hukum dalam masyarakat yang belum maju juga akan berbeda dengan yang terdapat
dalam masyarakat maju. Dalam setiap masyarakat, hukum lebih berfungsi untuk
menjamin keamanan dalam masyarakat dan jaminan pencapaian struktur sosial yang
diharapkan oleh masyarakat. Namun dalam masyarakat yang sudah maju, hukum
menjadi lebih umum, abstrak dan lebih berjarak dengan konteksnya.
Contoh peranan hokum adalah sebagai berikut :
1.
Menertibkan masyarakat dan pengaturan
pergaulan hidup.
2.
Menyelesaikan pertikaian.
3.
Memelihara dan mempertahankan tata
tertib dan aturan-aturan jika perlu dengan kekerasan.
4.
Memelihara dan mempertahankan hak
tersebut.
5.
Mengubah tata tertib dan aturan-aturan
dalam rangka penyesuaian dengan kebutuhan masvarakat.
6.
Memenuhi tuntutan keadilan dan
kepastian hukum dengan cara merealisasi fungsi-fungsi di atas.
Prof.Dr. Soerjono Soekanto mengemukakan peranan hukum
adalah :
–
Alat ketertiban dan ketentraman
masyarakat,
–
Sarana untuk mewujudkan keadilan social
lahir bathin.
–
Sarana penggerak pembangunan.
Fungsi kritis hukum dewasa ini adalah :
Daya kerja hukum tidak semata-mata pengawasan pada
aparatur pemerintah (petugas), tetapi termasuk juga aparatur penegak hukum.
Dengan demikian hukum harus memiliki fungsi-fungsi yang sedemikian rupa,
sehingga dalam masyarakat dapat diwujudkan ketertiban, keteraturan, keadilan
dan perkembangan.
Agar hukum dapat melaksanakan fungsinya dengan
baik, maka bagi pelaksanaan penegak hukum dituntut kemampuan untuk
melaksanakan atau menerapkan hukum, dengan seninya masing-masing, antara lain
dengan menafsirkan hukum sedemikian rupa sesuai keadaan dan posisi
pihak-pihak. Bila perlu dengan menerapkan analogis atau menentukan
kebijaksanaan untuk hal yang sama, atau hampir sama, serta penghalusan hukum
(Rechtsfervinjing). Di samping itu perlu diperhatikan faktor pelaksana penegak
hukum, bahwa yang dibutuhkan adalah kecekatan, ketangkasan dan
keterampilannya. Ingat adagium :The singer not a song atau The most important
is not the system, but the man behind the system
Dalam hal ini si penyanyi adalah semua insan di
mana hukum berlaku, baik warga masyarakat maupun para pejabat, termasuk para
penegak hukum (Soejono Dirdjosisworo, 1983 : 155).
Karena itu hukum harus ditegakkan walaupun dunia
akan runtuh besok (justice must maintance, even the world be collapsed
tomorrow).
IV.
BADAN
PENEGAK HUKUM
Menurut
penelusuran kami, definisi Lembaga Penegak Hukum tidak dapat kami temui dalam
peraturan perundang-undangan yang ada. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa
Indonesia yang kami akses dari Kamus Besar Bahasa Indonesia Daring,
lembaga berarti badan (organisasi) yang tujuannya melakukan
suatu penyelidikan keilmuan atau melakukan suatu usaha. Lembaga juga berarti
pola perilaku manusia yang mapan, terdiri atas interaksi sosial berstruktur dl
suatu kerangka nilai yang relevan. Sedangkan penegak hukum diartikan sebagai
petugas yang berhubungan dengan masalah peradilan.
Berdasarkan
arti Lembaga dan Penegak Hukum tersebut, maka Lembaga Penegak Hukum dapat
diartikan sebagai organisasi dari petugas-petugas yang berhubungan dengan
masalah peradilan. Pengertian dari Peradilan itu sendiri adalah:
Peradilan adalah segala sesuatu
atau sebuah proses yang dijalankan di Pengadilan yang berhubungan dengan
tugas memeriksa, memutus dan mengadili perkara dengan menerapkan hukum
dan/atau menemukan hukum “in concreto” (hakim menerapkan peraturan hukum kepada hal-hal yang nyata yang
dihadapkan kepadanya untuk diadili dan diputus) untuk mempertahankan
dan menjamin ditaatinya hukum materiil, dengan menggunakan cara prosedural
yang ditetapkan oleh hukum formal.
|
Walaupun
definisi Lembaga Penegak Hukum tidak diatur dalam peraturan
perundang-undangan, akan tetapi, istilah “penegak hukum” dapat
kita temui dalam Pasal 5 ayat (1)
UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat dan
penjelasannya yang berbunyi:
“Advokat berstatus sebagai penegak hukum,
bebas dan mandiri yang dijamin oleh hukum dan peraturan perundang-undangan.”
Dalam
penjelasan Pasal 5 ayat (1): “Yang
dimaksud dengan “Advokat berstatus sebagai penegak hukum” adalah Advokat
sebagai salah satu perangkat dalam proses peradilan yang mempunyai kedudukan
setara dengan penegak hukum lainnya dalam menegakkan hukum dan keadilan.”
Selain
frasa “penegak hukum” seperti dalam UU Advokat, terdapat pula istilah lain
yang masih memiliki hubungan dengan istilah “penegak hukum” yang dapat ditemui
dalam peraturan yang terpisah antara lain:
a. Pasal 2 UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia
:
“Fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi
pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat,
penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.”
b. Pasal 101 ayat (6) UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal dan
penjelasannya:
Dalam
rangka pelaksanaan kewenangan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
Bapepam (Badan Pengawas Pasar Modal) dapat meminta bantuan aparat penegak
hukum lain.
Dalam
penjelasannya disebutkan: Yang dimaksud dengan “aparat penegak hukum lain”
dalam ayat ini antara lain aparat penegak hukum dari Kepolisian Republik
Indonesia, Direktorat Jenderal Imigrasi, Departemen Kehakiman, dan Kejaksaan
Agung.
c. Pasal 49 ayat (2) huruf i UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan
dan penjelasannya:
Penyidik
Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Otoritas Jasa Keuangan berwenang meminta
bantuan aparat penegak hukum lain. Dalam penjelasannya: Yang dimaksud dengan
"penegak hukum lain" antara lain kejaksaan, kepolisian, dan
pengadilan.
d. Pasal 2 UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi
sebagaimana telah diubah dengan UU No. 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas UU No. 24
Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi:
“Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu
lembaga negara yang melakukan kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.”
e. Pasal 1 angka 8 PP No. 6 Tahun 2010 tentang Satuan Polisi Pamong Praja:
“Satuan Polisi Pamong Praja, yang
selanjutnya disingkat Satpol PP, adalah bagian perangkat daerah dalam penegakan
Perda dan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat.”
Mengutip
pemberitaan hukumonline dalam artikel DPR Setujui Perubahan Anggaran Penegak Hukum, disebutkan contoh lembaga penegak
hukum antara lain Advokat, Kepolisian, Kejaksaan, KPK, Mahkamah Agung, dan
Komisi Yudisial.
Sebenarnya
lembaga penegak hukum tidak hanya terbatas pada lembaga-lembaga yang telah
disebutkan sebelumnya (Kepolisian, KPK, Mahkamah Agung, Komisi Yudisial,
Otoritas Jasa Keuangan, Badan Pengawas Pasar Modal, Direktorat Jenderal
Imigrasi, Kejaksaan, serta Satpol PP). Lembaga-lembaga tersebut dapat
dikatakan sebagai penegak hukum bukan hanya karena memiliki kewenangan terkait
proses Peradilan, tetapi juga karena memiliki kewenangan menangkap, memeriksa,
mengawasi, atau menjalankan perintah undang-undang di bidangnya masing-masing.
Dalam
artian luas, masih ada beberapa lembaga lain yang memiliki kewenangan untuk
mengatur, mengawasi dan melaksanakan perintah peraturan, antara lain:
a.
Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (lihat Pasal 74 sampai Pasal 92 UU No.10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan
sebagaimana telah diubah dengan UU No. 17
Tahun 2006 tentang Perubahan Atas UU No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan lihat
pula Pasal 33 sampai Pasal 40 UU No. 11
Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah diubah
dengan UU No.39 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas UU No. 11
Tahun 1995 tentang Cukai).
b.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (lihat Pasal 35 sampai Pasal 47 UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat).
c.
Badan Pertanahan Nasional (lihat Pasal
3 Peraturan Kepala BPN No. 3 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia).
Jadi,
walaupun di dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia tidak disebutkan
definisi dari Lembaga Penegak Hukum maupun Penegak Hukum, tetapi dalam
peraturan perundang-undangan yang telah disebutkan sebelumnya, terdapat
beberapa aparat dan lembaga yang dapat dikategorikan sebagai Lembaga Penegak
Hukum.
Mengenai
apakah lembaga penegak hukum harus diatur melalui Undang-undang, dalam Pasal 10 UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan(“UU 12/2011”),
materi muatan yang harus diatur
dengan undang-undang berisi:
a.
pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
b.
perintah suatu Undang-Undang untuk diatur dengan Undang-Undang;
c.
pengesahan perjanjian internasional tertentu;
d.
tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi; dan/atau
e.
pemenuhan kebutuhan hukum dalam masyarakat
Keharusan
suatu lembaga penegak hukum harus diatur dengan UU memang tidak secara jelas
disebutkan. Namun, dari alasan-alasan yang disebutkan dalam Pasal 10 UU 12/2011, alasan
“pemenuhan kebutuhan hukum dalam masyarakat” dapat saja menjadi dasar
dibentuknya suatu Lembaga Penegak Hukum.
V.
PELANGGARAN
HUKUM
Pelanggaran hokum berbeda dengan kejahatan namun bias
juga dikenai sanksi seharusnya. Sedangkan kejahatan adalah pelanggaran yang
bukan hanya melanggar hokum perundang-undangan tetapi juga nilai moral, nilai
agama, dan rasa keadilan di masyarakat.
Hukum di negara kita ini memang sunguh aneh hukum
hanya tajam kepada rakyat kecil dan tumpul jika yang di hadapi orang yang
memiliki kekuasan dan kekayan.
Pelanggaran adalah perbuatan yang dilarang oleh
peraturan perundang-undangan, tidak member efek langsung kepada orang lain. Namun,
di Indonesia ternyata ada tindakan-tindakan yang di maklumi padahal ini
termasuk tindak kejahatan dan pelanggaran hokum.
Tindakan ini bias bebas merajalela tanpa ada sanksi
signifikan yang diberikan, ini dibuktikan dari tetap maraknya
tindakan-tindakan ini dilakukan di Indonesia dan bahkan bebas walau di depan public
dan pemerintah. Berikut pelanggaran hokum bahkan tindak kejahatan yangb
dilakukan diindonesia namun masih saja
merajalela dengan bebas, disajikan dalam daftar sebagai berikut:
PELANGGARAN
HUKUM YANG DIMAKLUMI
1.
Pembajakan Film/ lagu tingkat
pembajakan yang dilakukan di Indonesia yang diteliti oleh studi IDC pada tahun
2008 berjumlah US$411 juta total potensi kerugian yakni 85%. Jika dibandingkan
dengan tahun 2007, pembajakan diindonesia mengalami kenaikan 1%
2.
Pelanggaran lalu lintas yang dianggap
sepele dan ringan.
3.
Pernikahan di bawah umur
4.
Buang sampah sembarangan
5.
Pemikiman disembarang tempat
6.
Pengemis
7.
Kelakuan para pejabat
VI.
SANKSI
PELANGGARAN HUKUM
Menurut “Black's Law
Dictionary Seventh Edition”, sanksi (sanction) adalah:
“A penalty or coercive measure that results
from failure to comply with a law, rule, or order (a sanction for discovery
abuse)”
Di
Indonesia, secara umum, dikenal sekurang-kurangnya tiga jenis sanksi hukum
yaitu:
–
sanksi
hukum pidana
–
sanksi
hukum perdata
–
sanksi
administrasi/administratif
Dalam
hukum pidana, sanksi hukum
disebut hukuman. Menurut R. Soesilo, hukuman adalah:
“Suatu perasaan tidak enak (sengsara) yang
dijatuhkan oleh hakim dengan vonis kepada orang yang telah melanggar
undang-undang hukum pidana”
Hukuman sendiri diatur dalam pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yaitu:
Hukuman pokok, yang terbagi menjadi:
a)
hukuman mati
b)
hukuman penjara
c)
hukuman kurungan
d)
hukuman denda
Hukuman-hukuman tambahan, yang terbagi menjadi:
a)
pencabutan beberapa hak yang tertentu
b)
perampasan barang yang tertentu
c)
pengumuman keputusan hakim
Dalam
hukum perdata, putusan yang
dijatuhkan oleh hakim dapat berupa:
1.
putusan condemnatoir yakni putusan yang bersifat menghukum pihak
yang dikalahkan untuk memenuhi prestasi (kewajibannya). Contoh: salah satu
pihak dihukum untuk membayar kerugian, pihak yang kalah dihukum untuk membayar
biaya perkara
2.
putusan declaratoir yakni putusan yang amarnya menciptakan suatu
keadaan yang sah menurut hukum. Putusan ini hanya bersifat menerangkan dan
menegaskan suatu keadaan hukum semata-mata. Contoh: putusan yang menyatakan
bahwa penggugat sebagai pemilik yang sah atas tanah sengketa
3.
putusan constitutif yakni putusan yang menghilangkan suatu
keadaan hukum dan menciptakan keadaan hukum baru. Contoh: putusan yang
memutuskan suatu ikatan perkawinan.
Jadi,
dalam hukum perdata, bentuk sanksi hukumnya dapat berupa:
kewajiban
untuk memenuhi prestasi (kewajiban)
hilangnya
suatu keadaan hukum, yang diikuti dengan terciptanya suatu keadaan hukum baru
Sedangkan
untuk sanksi
administrasi/administratif, adalah sanksi yang dikenakan terhadap
pelanggaran administrasi atau ketentuan undang-undang yang bersifat
administratif. Pada umumnya sanksi administrasi/administratif berupa;
-
denda (misalnya yang diatur
dalam PP No. 28 Tahun 2008),
-
pembekuan hingga pencabutan sertifikat dan/atau izin
(misalnya yang diatur dalam Permenhub
No. KM 26 Tahun 2009),
-
penghentian sementara pelayanan
administrasi hingga pengurangan
jatah produksi (misalnya yang diatur dalam Permenhut No. P.39/MENHUT-II/2008 Tahun 2008),
-
tindakan administratif
(misalnya yang diatur dalam Keputusan
KPPU No. 252/KPPU/KEP/VII/2008 Tahun 2008)
BAB
III SANGGAHAN
SANGGAHAN
UNTUK “PERKEMBANGAN HUKUM DI INDONESIA”
Niluh : Saya kurang setuju dengan
pendapat Nilen, munurut saya Indonesia itu Negara yang adil sebab selalu
melaksanankan sesuatu sesuai dengan hukum yang berlaku.
Rizal : sesuai hukum yang berlaku?
Tapi kenapa banyak kasus di Indonesia ini yang yang menjatuhkan hukuman tidak
sesuai kejahatan yang dilakukan ? para pejabat di beri sanksi ringan ,
sedangkan rakyat jelata? Di beri hukuman 3 kali lebih berat dari para pejabat,
padahal kesalahan yang dilakukan 3 kali lebih kecil dari para pejabat. Rakyat
hanya mencuri sandal yang seharga Rp 12.000-, sedangkan pejabat +RP
12.000.000.000.000. terlihat sekali ketidakadilannya.
Nurawanti : Tetapi menurut saya penjatuhan hukuman
bukan hanya dilihat dari materi yang di ambil atau dicuri tetapi dari
kesalahan yang diperbuat nya. Besar kecil uang yang dicuri, tetap saja mereka
sama sama melakukan pelanggaran hukum.
Melinda : Mohon maaf untuk saudari Awan tapi
saya sependapat dengan usulan/tanggapan dari saudari Nilen dan Rizal. Sebab
sudah jelas dan kenyataan bahwa di Indonesia orang kaya itu terkesan bebas
dari sanksi bahkan dapat membeli sanksi dengan mudahnya.
Farel : Tetapi tidak semua orang kaya
dapat memperoleh sanksi yang ringan, banyak orang kaya lainnya yang memperoleh
hukuman yang sesuai dengan kesalahannya seperti kasus antasari dan zulkarnain,
dan pula dengan pelaku-pelaku terorisme. dan itu dapat membuktikan bahwa hukum
di Indonesia itu masih menjunjung tinggi keadilan.
Nilen : tetapi jika hukum di Indonesia
ini adalah hukum yang adil, bagaimana bisa seorang hakim menjatuhkan hukuman
lebih berat kepada seorang pencuri sandal jepit dari pada hukuman yang
diberikan kepada pejabat Negara yang berkorupsi milyaran rupiah.
Niluh : Itu kembali lagi terhadap
pendapat Nurawantitiani tadi, bahwa penjatuhan hukuman tidak mesti dilihat
dari segi materinya saja. Tetapi dari sanksi dan bukti-bukti. Bisa sajakan
seorang pencuri sandal itu melakukan nya dengan sengaja dan bahkan memang
tidak ada niat untuk memperbaiki kesalahannya, sedangkan pejabat itu.. dia
bisa saja di jebak oleh temannya dengan mentransfer uang ke rekening pejabat
itu sehingga dia di tuduh korupsi dan temannya itu aman dari hukum. Semua nya
itu hanya hakim dan tuhan yang mengetahui semuanya.
Rizal : Tetapi itu kan hanya kata
“bisa saja alias seandainya” tetapi disini kita real kita hanya melihat
kenyataan yang sudah terungkap, dan bagaimana jika dibalik keadaannya?
Bagaimana jika memang pejabat melakukan kesalahan itu dengan sengaja dan
pencuri sandal itu melakukan nya karena keterbatasan ekonomi? Berarti jelas
hakim menjatuhkan hukuman secara tidak adil dong?
Nurawanti : secara tidak langsung anda Nethink
dong terhadap para pejabat? dan pothink terhadap pencuri sandal? Memangnya
anda tahu keadaan yang sebenarnya ? dan anda punya bukti bahwa pejabat itu
memang benar benar sengaja? Anda jangan hanya mendengar berita di media masa saja, tetapi anda juga
harus mencaritahu hal yang sebenarnya terjadi. Jika salah info itu dapat
berakibat fatal dan dapat di tuduh sebagai fitnah.
Melinda : Berarti anda menganggap media masa
itu bukan hal yang real ? media masa tidak akan menerbitkan hal yang palsu dan
mengada-ada , sebab mereka nantinya bisa dikenai sanksi KHUP.
Niluh : di sini bukan media masa yang
menjadi masalah nya tetapi tuduhan terhadap hukum Indonesia yang tidak adil
dan mudah dibeli
Nilen : Tetapi memang kenyataan hukum
di Indonesia itu dengan mudah nya melepaskan para penguasa yang bersalah dan
hukum Indonesia itu membiarkan uang yang berbicara bukan keadilan yang
berbicara.
Farel : Berarti secara tidak langsung
anda mengatakan hukum di Indonesia ini dapat dimanipulasi dong? Dimanipulasi
denga uang khusus nya!
Rizal : di Indonesia memang seperti
itu rel. Yang kaya itu bebas dari hukuman seperti kasus Gayus Tambunan.
Nurawanti : jadi bukan hukum Indonesia yang
bersalah tetapi intinya semua ini kembali pada pribadi masing –masing, dan
jika para penegak hukum tidak menerima sogokan maka ketidakadilan seperti itu
tidak akan terjadi.
Nilen : tetapi bagaimana jika semua
pribadi Indonesia itu buruk?
Niluh : tidak mungkin dan sangat tidak
mungkin , jika semua kepribadian Indonesia buruk kita tidak mungkin ada disini
dong? Dan insya allah kita semua memiliki dasar kepribadian yang mulia.
Melinda : jadi untuk kesimpulan saat ini
uang bisa mengalahkan aturan hukum, penegak hukum di Negara ini masih belum
bersikap adil. Masalah kecil malah di besar-besarkan sedangkan masalah yang
sebenarnya besar justru diabaikan.
Farel : bukan salah penegak hukum
sepenuhnya buktinya tingkat kriminalitas di Indonesia mulai berkurang.
Rizal : jika bukan salah penegak
hukum lalu salah siapa lagi? Ini sudah terbukti bahwa para penegak hukumnya
bekerja karena uang bukan pengabdian. Lagi pula tingkat kriminalitas di
Indonesia bukan turun tetapi justru semakin meningkat.
Nurawanti : menurut saya hanya orang yang munafik
jika ia bekerja bukan karena uang, alas an utama seseorang bekerja itu karena
untuk memperoleh uang agar dapat memenuhi prekonomiannya, buktinya sekarang
saja banyak orang yang kuliah tinggi agar dapat mendapatkan gaji besar, jika
seseorang bekerja karena pengapdian maka bekerja sebagai tukang sapu dan
tukang Koran tanpa gaji dia harus bersedia dong? Apakah anda mau pekerjaan
seperti itu?
Melinda : tetapi bukan profesi seperti itu
yang dimaksud saudara rizal, maksud nya pengabdian agar Negara kita ini dapat
menjadi Negara yang nomor satu. Lagi pula jika bukan salah penegak hukum,
siapa lagi yang patut kita salahkan!
Farel : tentu saja terdakwanya , jika
dia tidak menawarkan sogokan maka penegak hukum tidak akan tergiur.
Nilen : tetapi jika penegak hukum itu
jujur maka dia tidak akan tergiur dengan jumlah uang itu, jadi penegak hukum
Indonesia itu membiarkan uang yang berbicara.
Niluh : tentu saja bukan salah penegak
hukum jika ia tergiur dengan jumlah uang yang besar dan banyak. Jaman sekarang
siapa sih yang nggak mau di kasih uang. Seandainya anda di tawarkan uang
triliunan dolar hanya untuk tutup mulut tidak berbicara satu hari itu saja ,
99% anda aka menyetujunya , tidak berbicara itu hal yang mudah dan tidak ada
yang dirugikan justru anda saling simbiosis mutualisme bukan?
rizal : antara pejabat dan penegak
hukum memang simbiosis mutualisme tetapi bagaimana dengan rakyat nya? Mereka
yang mendapatkan simbiosis parasitisme nya.
Nurawanti : Menurut saya mereka tidak akan
menderita jika mereka tidak salah memilih pemimpin.
Melinda : bukan salah rakyat sepenuhnya ,
awalnya mereka kan tidak mengetahui sifat aslinya, bisa saja para pemimpin itu
bersikap baik saat pemilihan dan rakyat tertipu dengan kedok pemimpin
tersebut.
Farel : mereka itu sudah diatas 17
tahun mereka itu sudah besar dan bukan anak kecil lagi jadi seharusnya mereka
bisa menilai , bahkan dengan raut wajah saja sudah dapat tergambarkan sifat
seseorang tersebut.
Nilen : tidak semua orang itu sama
farel, tidak semua orang bisa mengetahui sifat dan watak hanya dengan melihat
wajah saja, jika wajah nya terlihat baik tapi belum tentu juga kan hatinya itu
baik.
Niluh : saya setuju dengan nilen, jadi
jika kita memilih kita harus mencaritahu latar belakang calon – calon nya ,
agar mengetahui kasus – kasus apa saja yang telah lakukan agar lebih spesifik
dan akurat.
Rizal : lalu bagaimana dengan penegak
hukum tadi? siapa yang seharusnya disalahkan dan penyebab semuanya ini
terjadi?
Nurawantitiani : menurut saya yang harus
disalahkan dan dihukum adalah terdakwanya sebab dia yang melakukan kesalahan
dan dia harus menerima sanksinya yang setimpal.
Melinda : saya ingin menambahkan, jadi
sebagai seorang yag bertanggung jawab maka ia harus berani mempertanggung jawabkan
atas apa yang dia lakukan dan sebaiknya ia juga berani mennerima sanksi nya.
Farel : dan hanya orang-orang
pengecut saja yang berani berbuat tetapi jika di dimintai pertaggung jawaban
justru bersembunyi dibalik ketiak orang lain .
Nilen : baiklah masalah selesai dan
kesimpulan nya adalah hukum di Indonesia ini adalah hukum yang tegak dalam
penyelenggaraannya hanya saja terdapat para penguasa yang menyalahgunakan
jabatannya dan mengecewakan kepercayaan rakyat yang telah memilihnya, dan jika
memilih pemimpin itu sebaiknya memilih dari kepribadian dan hatinya jangan
dari kepandaian dan kekayaan hartanya, sebab itu bukan merupakan jaminan
terciptaya Negara yang adil dan berdaulat.
SANGGAHAN
MENGENAI “SANKSI PENEGAK HUKUM”
Farel : baiklah masalah mengenai
penegak hukum terselesaikan, kali ini saya ingin menanyakan hal tentang sanksi
penegak hukum, jika kita terkena penipuan berkedok motor itu kita lapor
kemana? Dan dikenai hukuman apa? Masih dikenakan denda kah?
Nurawantitiai : lapornya tetap kepolisi, menurut saya akan
dikenai 378 KUHP, tentang penipuan, tidak diberi denda, tetapi diganti dengan
kurungan.
Melinda : masa penipuan tidak diberi denda?
Harus nya dia didenda dong sebab dia telah merugikan orang lain dan terlebih
lagi dalam bentuk materi.
Rizal : memang merugikan tapi itu
semua sudah di atur dalam 378 KUHP, jadi hakim hanya bisa memberikan sanksi
sesuai dengan yag telah ditetapkan.
Nilen : tapi seharusnya hakim bisa
mengambil keputusan yang terbaik dan tidak terpaku oleh KUHP.
Niluh : jika dia mengambil keputusan
diluar KUHP berarti hakim tersebut melanggar hukum yang sudah ditetapkan jadi
itu semua tidak bisa dilakukan sebab diluar kehendak hakim.
Farel : apa semua hukum seperti
korupsi dan penipuan bisa diganti hukumannya?
Rizal : kalau hukum itu masuk ke
pidana tidak ada yang namanya ganti rugi kecuali dalam bidang pengadilan. Di
Indonesia khusus nya dibidang hukum perdata.
Nilen : iya betul, namun dalam korupsi
selain diberi hukuman penjara dan diberi denda, lalu pidana dapat di cicil.
Niluh : dan apabila dia melakukan
korupsi terlalu berlebihan dan berulang –ulang dapat dikenai hukuman seumur
hidup.
Melinda : Kalau penjara kan dijebloskan ke
LP, Kalau kurungan dijebloskan kemana?
Nurawantitiani : menurut saya bedanya terdapat di
fakultas dan tingkat perampasan kebebasan hukumnya
Rizal : iya betul, kalau penjara itu
kita harus tinggal di LP. Sedangkan kurungan kita bisa memilih ingin di kurung
atau mau di denda.
Niluh : lah, kenapa pencurian masuk
kedalam hukum pidana bukan perdata?
Melinda : karena pencurian itu mengambil
sesuatu yang bukan haknya.
Farel :tapi bagaimana dengan barang
temuan? Apakah itu termasuk pencurian? Sebab barang itu bukanlah hak kita.
Nilen : iya termasuk pencurian, sebab
barang yang ditemukan adalah milik orang lain bukan milik kita.
Nurawantitiani : saya tidak setuju, penemuan
bukanlah sebuah pencurian sebab dia tidak mengambil hak orang lain. Bahkan dia
tidak mengetahui itu adalah milik siapa.
Rizal : saya sependapat dan lagi pula
dia hanya menemukan milik orag yang telah hilang bukan mengambil milik orang,
itu artinya jauh sekali loh.
Niluh : apakah ada sanksi tentang
penemuan barang?
Nurawantitiani : menurut saya tidak itu tergantung
pada pilihan kita sendiri, mau diapakan kah barang tersebut? Dikembalikan? Di
amalkan? Atau dimiliki? Itu tergantung piliha kita.
Rizal : jadi jika hanya menemukan
barang itu tidak ada hukum penjara dan kurungannya.
Melinda : oh, jadi perbedaan penjara dengan
kurungan itu masih tinggal di lp, tapi bobot hukumannya berbeda.
Farel : iya, jadi kurungan anda di
tahan tapi tidak keluar dari kota domisili.
SANGGAHAN UNTUK PELANGGARAN HUKUM
Rizal : saya tidak setuju dengan
Nurawantitiani yang menyatakan bahwa menikah di usia muda termasuk melanggar hukum
sebab menikah itu adalah hak semua orang.
Nurawantitiani :Menikah memang orang hak semua
orang tetapi umur untuk menikah sudah diatur dalam Undang-undang negara kita
telah mengatur batas usia perkawinan. Yaituy
uu perkawinan bab II pasal 7 ayat 1.Dalam Undang-undang Perkawinan bab II
pasal 7 ayat 1 disebutkan bahwa perkawinan hanya diizinkan jika pihak
pria mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak perempuan sudah
mencapai umur 16 (enam belas tahun) tahun.[1]
Melinda : saya setuju dengan awan, bahwa di Dalam
Undang-undang Perkawinan bab II pasal 7 ayat 1 disebutkan bahwa
perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria mencapai umur 19 (sembilan belas)
tahun dan pihak perempuan sudah mencapai umur 16 (enam belas tahun) tahun.[1]
Nilen : tetapi pernikahan itu adalah
hak dan tidak dapat dilarang sebab Negara Indonesia adalah Negara yang
menegakkan hukum HAM.
Niluh : tetapi di dalah agama juga melarang
pernikahan dini (pernikahan sebelum usia baligh). sebab, nilai esensial
pernikahan adalah memenuhi kebutuhan biologis, dan melanggengkan
keturunan. Sementara dua hal ini tidak terdapat pada anak yang belum baligh.
Ia lebih menekankan pada tujuan pokok pernikahan.
Farel : tetapi bagaimana jika seorang
wanitanya sudah hamil duluan di usia muda? Berarti itu melepaskan tanggung
jawab lelakinya jika dilarang menikah usia muda?
Rizal : saya setuju dengan farel, berarti
Negara kita ini membuat seseorang melepaskan tanggung jawabnya sebab adanya
larang pernikahan di usia muda.
Nurawantitiani : kejadian seperti itu tidak bisa menyalahkan
hukum di Indonesia sebab yang melakukan kesalahan adalah para remajanya,
harusnya dia mampu membedakan hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan.
Melinda : menurut saya hal itu adalah
ketentuan khusus jadi mereka diperbolehkan menikah tetapi tidak boleh di ikuti
oleh masyarakat yang lainnya.
Nilen : jadi di Indonesia inidi
perbolehkan menikah usia muda .
Niluh : dan meskipun sudah terdapat larangan
nya namun menikah muda menjadi hal yang biasa bagi masyarakatnya.
Farel : kesimpulannya, ukuran
kemaslahatan di kembalikan kepada pribadi masing-masing. Jika dengan menikah
usia muda mampu menyelamatkan diri dari kubangan dosa dan lumpur kemaksiatan,
maka menikah adalah alternatif terbaik. Sebaliknya, jika dengan menunda
pernikahan sampai pada usia ”matang” mengandung nilai positif, maka hal itu
adalah yang lebih utama.